Saya percaya, toleransi tanpa batas merupakan sebuah utopia, atau impian yang tidak dapat dicapai. Justru karena kita berbedalah maka kita bertoleransi. Jika tidak ada perbedaan, apanya yang harus ditoleransi?
Membicarakan topik tentang agama mungkin bagi sebagian orang itu seperti membuka kembali sebuah kasus yang sudah ditutup. Apalagi kasus ini menyangkut kelahiran seorang bayi tanpa hubungan suami istri. Alkitab mencatat (Lukas 1:34-35 dan Yohanes 1:1, 14) bahwa kelahiran Kristus bukanlah kelahiran manusiawi biasa karena dikandung dari Roh Kudus. Ia lahir dari perawan Maria. Inilah yang kita sebut Allah menjadi manusia (inkarnasi). Inilah kelahiran yang tak tertandingi.
Untuk bisa mengerti kesulitan sebagian orang dalam memahami hal ini, bayangkan seorang wanita yang sedang hamil berkata demikian kepada kita, "Saya tidak bersuami. Saya tidak pernah punya suami. Ini dikandung dari Roh Kudus." Apa reaksi kita? Mungkin kita berpikir dia sedang menipu. Mungkin juga kita berpikir bahwa dia sedang bergurau. Namun, jika bukan keduanya, apakah kita akan percaya? Tentu tidak. Lalu mengapa kita bisa memercayai kelahiran yang tidak melibatkan hubungan seksual?
Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran dari perawan (virgin birth of Jesus) adalah sesuatu yang tak masuk akal bagi banyak orang. Sepanjang peradaban, kelahiran manusia adalah hasil pertemuan antara ovum dan sperma, entah itu di dalam kandungan maupun di luar kandungan. Perenungan secara jujur dan objektif menunjukkan bahwa kelahiran tanpa hubungan seksual adalah sesuatu yang sangat sulit untuk bisa dipercaya. Persoalannya, banyak orang Kristen kurang mau merenung dan kurang mau jujur. Kita hanya mempelajari karakter Kristus, namun tidak pernah belajar berpikir seperti Kristus.
Pendekatan filsafat menjelaskan hal ini dengan sangat baik. Kelahiran Yesus adalah kemustahilan dalam sebuah alam semesta dengan sistem tertutup (tidak ada Allah). Logika naturalistik menutup kemungkinan bagi kita untuk memercayai kelahiran dari perawan.
Kelahiran Yesus hanya bisa sejalan dengan logika teistik di mana alam semesta diyakini bukan sebagai sebuah sistem tertutup. Ada seorang Pribadi yang disebut Allah dalam dunia dengan sistem terbuka.Â
Hal ini mengimplikasikan adanya keberadaan yang bersifat supranatural. Allah bisa mengintervensi dunia ciptaan-Nya. Jika Allah bisa menciptakan alam semesta dan bisa menciptakan manusia pertama - dua hal yang tidak bisa dijelaskan secara tuntas oleh sains sampai hari ini - maka apa sulitnya buat Dia untuk turun ke bumi dan menjadi manusia tanpa melalui hubungan suami istri? Jika yang supranatural itu ada, yaitu Allah yang penuh dengan kuasa, maka Dia bisa melakukan itu. Dia hanya sedang mengintervensi dan melakukan sesuatu yang tak biasa.
Menurut Alkitab, Yesus adalah Firman yang menjadi manusia (Yoh. 1:1). Firman itu tidak terpisahkan dengan Allah. Firman itu adalah Allah. Dalam hal inilah Yesus kita pahami sebagai Allah karena Dia adalah Firman Allah yang kekal.
Pertanyaan-pertanyaan seputar inkarnasi
Istilah "inkarnasi" (incarnation) berasal dari bahasa Latin "incarnatus" yang terdiri dari dua kata: "in" = "dalam" dan "carn" atau "caro" = "daging". Dari penjelasan ini terlihat bahwa secara hurufiah kata "inkarnasi" berarti "masuk ke dalam daging". Dalam dunia teologi, kata ini dipakai untuk merujuk pada peristiwa "Allah menjelma menjadi daging (manusia)".
Sebagian orang menyamakan inkarnasi dengan cerita dalam legenda-legenda tertentu, misalnya pangeran menjadi kodok. Kekeliruan ini berangkat dari pemahaman yang tidak utuh terkait inkarnasi. Peristiwa Allah menjadi manusia tidak berarti menghilangkan hakikat dan eksistensi Allah. Ia hanya menambahkan natur manusia ke dalam diri-Nya. Allah menjadi satu Pribadi dalam dua natur. Dia adalah Allah sekaligus manusia. Pewahyuan Kristen menjadi unik sebab kita percaya bahwa Allah telah turun menjadi manusia.