Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekristenan dan Tattoo

25 April 2018   17:09 Diperbarui: 21 Juli 2018   16:34 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tattoo menjadi semakin populer dewasa ini. Selebriti dan atlet terkenal memakai tattoo. Menemukan orang bertattoo di sekitar kita juga tidak sukar. Beberapa memilih tattoo dalam bentuk gambar tertentu, sebagian memilih tulisan.

Apakah orang Kristen boleh memiliki tattoo di tubuhnya? Bagaimana seandainya corak tattoo itu bernuansa Kristiani: teks Alkitab atau jargon kekristenan lainnya? Jika kita menanyakan hal ini kepada para pemimpin Kristen, jawaban mereka sangat mungkin akan berlainan. Situasi di atas bisa dipahami. Alkitab tidak memberikan jawaban eksplist atau definitif tentang isu ini.

Beberapa orang dengan tegas menentang tattoo berdasarkan Imamat 19:28 “Janganlah kamu menggoresi tubuhmu karena orang mati dan janganlah merajah tanda-tanda pada kulitmu; Akulah TUHAN”. Dalam beberapa versi Inggris, “tanda-tanda pada kulitmu” diterjemahkan “tattoo” (RSV/NASB/NIV/ESV). Berdasarkan teks ini, mereka memandang tattoo pada dirinya sendiri sebagai pelanggaran terhadap firman Allah.

Walaupun argumen ini terlihat sangat eksplisit dan to the point, kekuatan dari argumen ini perlu dikaji lebih dalam. Terjemahan Alkitab yang lebih kuno (KJV/ASV) tidak menggunakan kata “tattoo”. Mereka memilih terjemahan yang lebih hurufiah “tanda pada kulit” (“print marks”; LAI:TB). Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan. Yang dimaksud di ayat ini memang bukan tattoo seperti yang kita mengerti sekarang.

Berbagai penemuan arkeologis dan pertimbangan konteks Imamat 19:28 menunjukkan bahwa larangan di ayat ini berkaitan dengan antisipasi terhadap penyembahan berhala di Kanaan. Kita perlu mengingat bahwa di ayat ini pemberian tanda pada kulit dihubungkan dengan penggoresan tubuh karena orang mati. Yang dimaksud dengan tanda di kulit adalah hasil goresan tadi. Ini sesuai dengan ritual penduduk Kanaan yang terbiasa menggores tubuh mereka pada saat meratapi kematian maupun menghormati dewa-dewa (1Raj. 18:28). Jadi, yang ditentang lebih ke arah aspek religius. Karena kita sekarang tidak lagi berada pada situasi religius yang sama (baca: tidak ada agama modern yang mengharuskan penganutnya untuk bertattoo), apakah larangan ini masih berlaku atas orang Kristen?

Beberapa orang Kristen yang lain mengambil sikap sangat terbuka terhadap tattoo. Menurut mereka, tidak ada larangan sama sekali di dalam Alkitab. Tattoo hanyalah sebuah karya seni. Hanya saja medianya berbeda. Bukan di kanvas, melainkan di tubuh. Jika model tattoo bernuansa Kristiani, hal itu akan terlihat semakin keren dan bermanfaat.

Sikap seperti ini juga patut dikaji ulang. Walaupun larangan eksplisit tidak ditemukan di Alkitab, tetapi hal itu tidak berarti bahwa tattoo diperbolehkan. “Tidak ada larangan” tidak selalu berarti “boleh dilakukan”. Tidak ada larangan eksplisit bukan berarti tidak ada larangan sama sekali.

Banyak hal perlu dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang sebelum seseorang memutuskan untuk menggunakan tattoo. Hal paling mendasar yang tidak boleh dilupakan adalah kepemilikan tubuh. Allah bukan hanya menciptakan tubuh kita, melainkan menebusnya dengan darah yang mahal (1Kor. 6:13, 19-20). Kita tidak boleh menggunakan tubuh kita secara sembarangan. Apapun yang kita lakukan pada atau dengan tubuh kita harus membawa kemuliaan bagi Allah (1Kor. 6:20b; 10:31).

Saya tidak sedang mengatakan bahwa tattoo pada dirinya sendiri merupakan dosa dan tidak memuliakan Allah. Memuliakan Allah atau mencoreng nama Allah harus dilihat dari aspek-aspek lain. Pada dirinya sendiri tattoo hanyalah sebuah gambar atau karya seni. Persoalannya, tattoo tidak pernah berhenti hanya pada titik itu saja. Ada beragam aspek lain yang terkait.

Selain kepemilikan tubuh, kita juga perlu mempertimbangkan motif di balik pemberian tattoo. Sebagian orang sengaja menggunakan tattoo untuk menarik perhatian orang lain atau mengekspresikan pemberontakan mereka terhadap norma tertentu. Yang lain untuk menutupi kekurangan tertentu dalam dirinya. Beberapa melakukannya supaya bisa diterima di komunitas tertentu. Sebagian lain supaya terlihat berani atau seksi. Semua motif ini jelas berpusat pada diri sendiri (egosentris/anthroposentris), sehingga tidak memuliakan Allah. Jika tidak memuliakan Allah, untuk apa kita bersusah-payah melakukannya (bdk. 1Kor. 10:31)?

Bagaimana jika tattoo yang dipilih berbentuk ayat Alkitab, jargon atau slogan Kristiani, atau simbol kekristenan tertentu sebagai sarana pekabaran Injil? Bukankah hal itu memuliakan Allah? Belum tentu! Sarana pekabaran Injil yang paling efektif adalah pertemanan dan keteladanan. Tattoo tidak boleh menjadi substitusi bagi pekabaran Injil secara lisan. Jika memang ada cara penginjilan lain yang lebih efektif, mengapa kita memilih cara yang lain? Lagipula, dalam kasus-kasus tertentu tattoo justru menghalangi pekabaran Injil. Ada komunitas religius atau sosial tertentu yang anti-terhadap tattoo (lihat aspek terakhir di artikel ini). Tattoo kita hanya akan menambah tembok penghalang yang tidak diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun