Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terang di Kejadian 1:3

18 Maret 2018   19:21 Diperbarui: 17 Agustus 2018   04:38 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan populer seringkali melihat terang di hari 1 sebagai terang yang berbeda dengan sinar matahari, karena matahari baru diciptakan pada hari 4. Sebagian menyebut ini sebagai terang dari kemuliaan Allah atau sekadar terang tertentu yang terpisah dari matahari. Beberapa teks yang mengaitkan keberadaan Allah dengan terang pun dikutip sebagai dukungan (Mzm. 104:2; Hab. 3:3b-4; 1Tim. 6:16; 1 Yoh. 1:5). Gambaran tentang langit dan bumi yang baru di akhir zaman juga menunjukkan bahwa terang eskatologis tidak bergantung pada matahari (Yes. 60:19-20; Yl. 2:30-31; Zak. 14:7; Why. 22:5). Pandangan sains modern juga membuktikan bahwa keberadaan sinar dalam tata surya tidak bergantung sepenuhnya pada matahari. Matahari bukanlah satu-satunya sumber terang di langit.

Dalam pembahasan di 1:1, frasa “langit dan bumi” mencakup segala sesuatu, termasuk matahari. Pertimbangan konteks mendorong kita untuk melihat terang di hari 1 sebagai sinar matahari. Selain itu, “penciptaan matahari” di hari 4 (1:14-19) sebenarnya lebih ke arah “penataan” atau “peletakan”. Kalau kegelapan dan terang di hari 1 bersifat konstan (dalam arti tidak ada perubahan atau pergeseran), maka di hari 4 keadaan ini mulai diubah. Keberadaan benda-benda penerang memungkinkan terjadinya pergeseran antara terang-gelap, siang-malam.

Lebih jauh, seandainya terang di hari 1 terpisah dari matahari, maka akan menimbulkan dua kesulitan: (1) mengapa terang dari Allah di hari 1 hanya menyinari bagian tertentu saja?; (2) jika terang di hari 1 bukan terang ilahi maupun sinar matahari, mengapa Allah perlu menciptakan sesuatu yang selanjutnya di hari 4 tidak akan memiliki fungsi lagi? Bukankah semua yang diciptakan di Kejadian 1 tidak ada yang mubazir?

Penciptaan terang di hari 1 merupakan sesuatu yang relatif mudah untuk dipahami. Alasan yang terutama berhubungan dengan keadaan bumi sebelum hari 1 yang masih gelap-gulita (1:2). Kekuasaan Allah atas kegelapan yang digambarkan dengan Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air, sekarang menjadi lebih kentara. Allah bukan hanya berkuasa atas kegelapan, tetapi Ia juga berkuasa meniadakan kegelapan tersebut. Kehadiran Alah tidak hanya terbatas secara lokal, tetapi juga relasional. Kehadiran-Nya membawa pertolongan.

Tindakan Allah yang menciptakan terang untuk mengatasi kegelapan memiliki arti yang lebih bagi bangsa Israel waktu itu. Mereka pasti mampu mengaitkan tindakan ini dengan kuasa Allah yang menghukum tanah Mesir dengan kegelapan tetapi tetap memberikan terang kepada mereka di Gosyen (Kel. 10:23). Mereka juga dengan mudah menghubungkan terang ini dengan tiang api yang memimpin mereka di tengah malam di padang gurun (Kel. 13:21). Keberadaan pelita di kemah suci yang harus menyala sepanjang waktu menjadi simbol kehadiran Allah yang terus-menerus di tengah umat-Nya (Kel. 25:37; Im. 24:2). Begitu pula dengan kehadiran-Nya di Gunung Horeb yang ditandakan dengan nyala api yang sangat besar dan tinggi serta mengatasi kegelapan di sekelilingnya (Ul. 4:11).

Alasan yang kedua mengapa terang dijadikan lebih dahulu berhubungan dengan konteks sastra Kejadian 1. Terang diperlukan sebagai persiapan bagi tindakan ilahi “melihat” (1:4, 10, 12, 18, 21, 25, 31), walaupun secara teologis Allah tetap bisa melihat di dalam kegelapan (Mzm. 139:11-12). Keberadaan terang juga menolong pembaca untuk mampu menggambarkan (mem-visualisasikan) proses penciptaan dengan lebih baik. Tanpa keberadaan terang maka semua proses tersebut menjadi mustahil untuk dipahami dengan baik (kita sulit mendapatkan visualisasi di dalam kegelapan).

Selanjutnya, Allah memisahkan terang itu dari gelap. Pemisahan merupakan fenomena yang umum dalam kisah penciptaan (1:4, 6-7, 14, 18). Allah memisahkan terang dan gelap (1:4, 18), air di atas dan di bawah (1:6-8), siang dan malam (1:14). Beberapa penafsir melangkah terlalu jauh dengan menafsirkan pemisahan ini sebagai nasehat bagi bangsa Israel untuk memisahkan diri dari bangsa-bangsa kafir di sekeliling mereka (Im. 20:24). Dugaan ini membutuhkan pemisahan antara yang baik dan yang jahat, sedangkan dalam kisah penciptaan semua adalah baik (1:31). Dalam beberapa kasus ide tentang pemisahan dalam Pentateukh juga tidak menyiratkan kontras antara yang baik dan yang jahat, misalnya pemilihan Lewi (Bil. 8:14; Ul. 10:8), maupun tiga kota perlindungan (Ul. 4:41).

Pemisahan di atas seharusnya dipahami sebagai pemisahan yang positif sekaligus kontras terhadap pemisahan negatif yang muncul setelah kejatuhan ke dalam dosa. Dalam penciptaan, pemisahan menuju pada keteraturan dan keindahan. Dalam kejatuhan manusia ke dalam dosa, pemisahan menuju pada kekacauan: Allah dan manusia terpisah (3:7-10), Adam dan Hawa mengalami disharmonis (3:16), manusia terpisah dari kesempurnaan alam (3:17-19).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun