Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Minuman Keras dan Kekristenan

24 Februari 2018   20:48 Diperbarui: 8 Mei 2018   00:57 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Larangan untuk menikmati anggur yang memabukkan atau minuman keras muncul berkali-kali dalam Alkitab, baik yang ditujukan pada para imam (Im. 10:9), para nazir (Bil. 6:2-3; Hak. 13:4-5, 7, 14), para raja (Ams. 31:4) maupun orang biasa (Ams. 20:1; Yes. 5:11, 22). Kemabukan mengakibatkan berbagai tindakan bodoh (Kej. 9:20-27; 1 Sam. 25:36). Para imam dan nabi pun bersalah melalui kemabukan mereka (Yes. 28:7). Dalam Perjanjian Baru larangan di atas tetap dipertahankan. Orang percaya dilarang untuk mabuk oleh anggur (Ef. 5:18a). Pesta-pora dan kemabukan harus dihindari (Rm. 13:13; Gal. 5:21; 1 Pet. 4:3).

Dilihat dari data Alkitab di atas, sangat wajar apabila Ulangan 14:26 menimbulkan kebingungan bagi orang percaya. Dalam teks ini Allah berkata: “haruslah engkau membelanjakan uang itu untuk segala yang disukai hatimu, untuk lembu sapi atau kambing domba, untuk anggur atau minuman yang memabukkan, atau apapun yang diingini hatimu, dan haruslah engkau makan di sana di hadapan Tuhan, Allahmu dan bersukaria, engkau dan seisi rumahmu”. Apakah teks ini merupakan perkecualian yang memberi kelonggaran bagi orang Kristen untuk menikmati minuman keras?

Beberapa orang berusaha mempertahankan larangan dalam ayat ini dengan cara berargumen bahwa anggur dan minuman keras ini tidak diminum, melainkan dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban curahan. Sebagai dukungan, mereka mengutip Bilangan 28:7b yang berbunyi: “curahkanlah minuman yang memabukkan sebagai korban curahan bagi Tuhan di tempat kudus”. Penafsiran semacam ini kurang sesuai dengan keterangan “yang diingini hatimu” dan “engkau makan” di Ulangan 14:26. Kata “makan” bisa mencakup makanan atau minuman, seperti tersirat di ayat 23. Sebagian lagi mencoba melihat Ulangan 14:26 dari perspektif yang lebih luas. Apa yang tertulis di ayat ini bukanlah suatu situasi ideal, sama seperti perceraian diperbolehkan dalam hukum Musa (Ul. 24:1), tetapi hal itu bukanlah situasi ideal di mata Allah (Mat. 19:7-8). Kelemahan dari upaya ini adalah terkesan terlalu dogmatis.

Yang lain lagi mendekati persoalan ini dari sisi progresivitas wahyu. Ulangan 14:26 memang mengizinkan minuman keras, tetapi hal ini sudah tidak berlaku lagi, sama seperti peraturan tentang persepuluhan di bagian ini (Ul. 14:22-29) juga sudah tidak mengikat orang Kristen lagi. Pendekatan ini tidak banyak membantu. Isu tentang kelanjutan persepuluhan bagi orang Kristen masih diperdebatkan. Seandainya peraturan di Ulangan 14:26 sudah ditiadakan di Perjanjian Baru, persoalan yang sama tetap muncul berkaitan dengan kesatuan Perjanjian Lama. Mengapa Perjanjian Lama terlihat tidak konsisten?

Kunci untuk memahami kesulitan di Ulangan 14:26 terletak pada arti kata “minuman keras” (shekar). Akar kata ini (shekar, shakar, shikkor, shikkaron) muncul sekitar 60 kali dalam Alkitab. Walaupun hampir semua arti kata ini negatif (berhubungan dengan kemabukan), tetapi ada beberapa yang netral atau positif. Yusuf bersukaria dengan saudara-saudaranya di Mesir, tetapi tidak ada keterangan bahwa mereka mabuk (Kej. 43:34). Di Kidung Agung 5:1 Salomo meminum sambang, madu, susu, dan shekar. Menariknya, kemabukan yang disebutkan bukan mabuk anggur, tetapi mabuk cinta. Di Bilangan 28:7b Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mempersembahkan shekar sebagai korban curahan. Keragaman arti dari akar kata “shkr” menyiratkan bahwa shekar merupakan nama minuman secara umum (arti generik). Minuman ini bisa mengandung alkohol yang tinggi dan memabukkan, tetapi bisa juga merujuk pada jus buah yang terbaik. Dengan kata lain, istilah shekar tidak menyatakan seberapa banyak kadar alkohol (fermentasi) dalam suatu minuman. Penafsiran di atas juga didukung oleh keragaman minuman anggur yang diminum oleh bangsa Israel. Sebagai contoh, mereka meminum “darah buah anggur yang berbuih” (Ul 32:14). Pendeknya, arti shēkār harus dilihat dari masing-masing konteks.

Orang-orang Israel yang diperintah untuk membeli berbagai makanan dan minuman (ayat 26) juga harus mengajak para Lewi, janda, anak yatim, dan orang asing untuk bersukaria bersama mereka (ayat 27, 29). Jika shekar selalu berarti minuman keras yang memabukkan, maka pada perayaan pemberian persepuluhan di teks ini akan terjadi kemabukan massal, termasuk pada kaum Lewi dan anak-anak! Situasi seperti ini tampaknya sulit terjadi, apalagi semua perjamuan ini dilakukan “di hadapan Tuhan, Allahmu” (ayat 26b).

Terlepas dari apakah penjelasan di atas diterima sepenuhnya atau tidak, Ulangan 14:26 tetap tidak boleh dipahami sebagai izin untuk menikmati minuman keras sampai mabuk. Larangan yang lebih jelas dan melimpah di teks-teks lain seharusnya dijadikan pedoman utama dalam penafsiran (prinsip penafsiran: yang jelas menyoroti yang kurang jelas). Lagipula, Ulangan 14:26 juga diucapkan dalam konteks ibadah dan pemberian persepuluhan kepada Tuhan. Sangat memprihatinkan apabila sebagian orang menggunakan ayat ini sebagai izin untuk mabuk-mabukan, namun mereka melupakan konteks asli dari ayat tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun