Tantangan PITI di Orde Lama
Meskipun PITI kini telah berkembang pesat hingga di berbagai daerah, masa lalu menjadi masa yang penuh perjuangan bagi PITI untuk bertahan. Lika-liku dihadapi almarhum Abdul Karim Oei Tjeng Hien demi memperjuangkan identitas Tionghoa yang saat itu dilarang.
Peneliti Budaya Tionghoa Didi Kwartanada menjelaskan awalnya PITI didirikan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Kala itu, organisasi yang mencantumkan nama Tionghoa diterima oleh masyarakat dan pemerintah.
Memasuki Orde Baru yang dipimpin Soeharto, terdapat larangan teruntuk orang asing (Tionghoa) untuk tinggal di Indonesia saat itu. Hal yang menyangkut budaya Tionghoa, seperti huruf Gan Ji, barongsai, dan wushu pun dilarang. Terlebih, penggunaan kata Tionghoa dalam nama organisasi juga dilarang. Menanggapi larangan tersebut, PITI mengubah singkatannya menjadi Persaudaraan Islam Tauhid Indonesia.
Didi juga menambahkan bahwa bangkitnya masa reformasi menjadi bangkitnya budaya Tionghoa terjun bebas ke dalam masyarakat. Hal itu juga memengaruhi kepanjangan PITI yang menjadi Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia hingga saat ini.
Kisah Tionghoa Dibalik 1998
Menilik perjuangan PITI, Didi menguraikan makna Tionghoa pada masa 1998. Adanya sebagian kelompok yang sengaja mengasingkan penduduk beretnis Tionghoa. Selain itu juga, memberikan jarak antara penduduk Tionghoa dengan penduduk Muslim karena adanya tujuan politik tertentu. "Padahal kalau dilihat dari bukti-bukti sejarah, tampak jelas bahwa Tionghoa adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Jadi Tionghoa tak ada bedanya dengan orang asli Indonesia," tambah Didi.
Perkembangan PITI Saat Ini
Haji Ronggo menyatakan bahwa dari awal berdiri hingga saat ini, PITI diterima baik oleh Indonesia. Bahkan, PITI bisa juga berbaur dengan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam di Indonesia dengan sifat keterbukaannya. "Kalau perintisnya itu pimpinan Muhammadiyah dan Muhammadiyah organisasi moderat, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial, dan itu sesuai dengan tujuan (almarhum) Abdul Karim Oei," kata Haji Ronggo.
Meskipun tahun 1998 menjadi masa yang penuh perjuangan bagi PITI, Haji Ronggo juga mengatakan bahwa PITI telah membangun beberapa masjid di berbagai daerah dengan nama ChengHo. Masjid tersebut dibangun dengan gaya arsitektur perpaduan budaya Islam dan Tionghoa.
Menanggapi hal yang sama, Didi menyatakan bahwa kini PITI sudah membaur dan menjadi satu dengan masyarakat yang ada di Indonesia. "Contohnya saja di Yogyakarta, imlek dirayakan di masjid dan orang-orang terbuka terhadap hal (imlek) tersebut. Jadi, kini istilah Tionghoa dan Islam yang menjadi satu benar adanya," ujar Didi.