Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Humor

Seri Thailand 7: Balap Formula Tuk-Tuk

11 November 2010   17:48 Diperbarui: 4 April 2017   18:11 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12894976192107413578

Suanlum Night Bazaar, Pukul 23:00 [caption id="attachment_74863" align="alignright" width="300" caption="Tuk Tuk dan (figuran) Sopirnya..."][/caption] “300 Baht Sir...”Wah expensive.. 100 Baht aja !”, tawarku.Oh cannot sir. Kaosan Road jauh je.... 250 Baht ya?”, jawab sopir No ah... 120 Baht..! Taxi aja only 75 Baht”Lah.. itu different sir.. sekarang midnight sir... 200 yah?”Wah, still expensive. 150 Baht !”Ok deh.. come on sir..!”, kata sopir tuk-tuk rada-rada nggak ikhlas. Begitulah kurang lebih negosiasiku dengan sopir tuk-tuk di Suanlum Night Bazaar tempatku berbelanja souvenir. Emang haram jadah kalau naik tuk-tuk tanpa negosiasi. Bisa kena palak nanti kalau sudah sampai. Apalagi tuk-tuk yang mangkal di tempat wisata atau kawasan hotel. Sebenarnya tadinya ku hendak naik taxi saja. Toh paling jalan sedikit dari pintu keluar Suanlum. Lagian kalau taxi yang ada tulisannya 'TAXIMETER' sudah terbukti lebih murah. Paling 75 Baht (Rp. 22.500) dari kawasan Khaosan Road. Sudah gitu adem dan pakai AC. Cuman dasar Thole dan ibuknya yang sepertinya penasaran banget saja yang akhirnya membuatku ngalah naik angkutan rakyat khas Thailand ini. Pak, kok ada Bajaj disini pak?”, tanya Thole sebelumnya.Oh bukan mas, itu Tuk-Tuk”Beda ama Bajaj?”Ya beda, walau sama-sama beroda tiga. Tuk-tuk lebih besar dari Bajaj tetapi lebih kecil daripada Bemo. Jadi penumpangnya bisa lebih banyak daripada Bajaj mas”, kataku menjelaskan.Oh maksud bapak, tuk-tuk itu bajaj ukuran 'sedang' pak?”Iya mas..”, jawabku sambil garuk-garuk kepala. Ya, garuk-garuk kepala karena heran dengan istilah 'sedang' yang dia ucapkan. Entah darimana dia mendapatkannya. Belum lagi setelah itu gantian ibuknya yang malah penasaran dengan gaya mengemudi Tuk-Tuk ini.Bisa selap selip ama mepet trotoar nggak pak?”, tanya ibuk.Lha pasti iya tho buk. Kan model setirnya sama”, jawabku mengira-ngira.Ini larinya kenceng apa cuman suaranya yang kenceng kayak Bajaj pak?”Ah... paling juga sama saja”, jawabku sekenanya. Maklum saja, namanya Bajaj di Jakarta kan jalannya memang lelet, cuman atraksi ngepat-ngepotnya serta rem mendadaknya yang jadi pembeda dengan jenis kendaraan lain. Apalagi yang belum BBG, suaranya kenceng bin berisik banget kayak kaleng krupuk. Dari ujung gang juga pasti kedengaran kalau sang Bajaj datang. Jadi gambaran Bajaj jadi pathokanku untuk mengira-ngira kecepatan si Tuk Tuk ini.....Ready?”, tanya sopir Tuk Tuk.Yes we can...”, jawabku curiga dengan pertanyaannya. Dan benar kecurigaanku. TUNG..TUNG...TRUUUUUNG!!!!Whaaaaa!!!!!”, teriak istriku kaget sambil memeluk dedek.Wawawawa...hahahahaha”, tawa dedek kegirangan.Truuuuuuung!!!”, teriak Thole menirukan suara Tuk-Tuk yang mirip mobil Suzuki truntung jaman dulu itu.Uhuk! Uhuk!..”, akupun terbatuk-batuk karena kedinginan terkena angin malam yang tanpa penghalang menerpaku. Aku dan istri mendadak pucat pasi. Nggak menyangka kalau larinya tuk-tuk lebih mirip Metromini. Ngebut banget. Bahkan beberpa kali tarikan gas saat oper gigi seperti menyentak-nyentak. Terasa seperti terkena tekanan 4G ala pembalab Formula One. Siaaaaal....! Ternyata aku baru tahu kalau kapasitas cc mesin tuk-tuk 500 cc. Hampir 3 kali dari kapasitas mesin Bajaj. Jadi wajar jika ternyata larinya seperti orang kebelet berak. Akupun pasrah saja menunggu si Tuk Tuk sampai di hotel. Biar penderitaan ini cepat selesai. Aku melirik istriku yang sepertinya mempunyai kekhawatiran yang sama...........Loh, kok berhenti disini?”, tanyaku heran sedikit marah.E, Tuk-Tuk nggak boleh masuk situ sir. Jalan searah. Toh Hotel kan deket. Cuman 1 menit dari sini sir.”, jawabnya.Ah bohong lu. Emang aku gak pernah liat apa Tuk-Tuk berhenti depan hotelku?”, kataku sewot.Sudah pak..sudah... sabar aja... Ini negeri orang!” kata istriku mengingatkan. Akupun terdiam mengikuti saran istriku. Aku lalu berjalan mengendong dedek sambil mendorong stroler Thole sambil diikuti ibuk dibelakangku. Jalan Khaosan malam itu sungguh ramai sekali. Sepertinya sedang ada malam Halloween, jadilah kami berjalan tertahan-tahan dengan banyaknya orang lalu lalang dan hilir mudik disepanjang Khaosan Road. Hanya 1 menit jalan gundulmu! Kataku dalam hati. Ini kami mesti sampai ke hotel setelah jalan sekitar setengah jam. Aku dan istriku pun sepakat kapok naik Tuk-Tuk. Nggak lagi-lagi deh....Bapak...”, kata Thole sambil tiduran dipelukanku.Apa mas?” jawabku sambil terkantuk-kantuk.Besok naik Bajaj yang ukurannya sedang lagi ya pak”Enggak mas...” “Bapak!” teriaknya.Enggak.. zzzzzz”, jawabku sambil pura-pura tidur. [Bekasi 12 November 2010]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun