Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tuntutan Kompetensi dan Tantangan Guru di Masa Pandemi Covid-19

27 November 2020   18:12 Diperbarui: 27 November 2020   18:16 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2020 terasa istimewa bagi para guru karena menghadapi situasi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Mengajar tatap muka di depan kelas tiba-tiba diganti dengan mengajar secara daring. PJJ harus dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan memanfaatkan TI. Apakah ini yang disebut dengan "Merdeka Belajar", konsep Mendikbud yang dilontarkan sesaat pelantikan para menteri oleh Presiden Jokowi ?.

Program "Merdeka Belajar" menurut Mendikbud Nadiem Makarim meliputi:"USBN diganti dengan ujian (asesmen), 2021 Ujian Nasional (UN) diganti Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dipersingkat dari 20 halaman menjadi 1 halaman, Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PSDB) lebih fleksibel" (https://edukasi.kompas.com).

Seperti apa nanti pelaksanaan di lapangan dan hasil (output) peserta didik masih kita tunggu. Pastinya minimum menunggu 3 sampai 6 tahun. Saat ini peserta didik yang masih kelas VII (SMP kelas I), dan kelas X (SMA/SMK kelas I), serta kelas I SD masih berproses belajar mengajar. Out put yang dihasilkan sekolah dikatakan baik bila ada proses belajar mengajar yang baik. Artinya peserta didik yang input (saat masuk) biasa-biasa saja, setelah melalui proses belajar mengajar mempunyai kemampuan secara kognitif, afektif dan psikomotorik.

Kualitas lulusan siswa dapat dilihat dari kemampunan 3 (tiga) ranah kognitif (kemampuan rasional/nalar), afektif (kemampuan emosional) dan psikomotorik (kemampuan motorik dan fisik). Artinya bukan sekedar mampu secara intelektual yang diasah, tetapi emosional dan aktivitas fisik yang dilakukan. Bahkan saat ini ditambah dengan kemampuan spiritual, yang menjadi landasan untuk berpikir, bersikap dan bertindak.

Untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan ketiga ranah plus kemampuan spiritual yang mempunyai tanggung jawab bukan hanya guru (sekolah), tetapi orang tua (keluarga) dan tokoh agama, pimpinan adat, suku (masyarakat). Bahkan keluarga menjadi sekolah pertama bagi anak-anak sebelum masuk di sekolah formal. Artinya untuk menjadikan anak mempunyai kemampuan ke empat ranah tersebut menjadi tanggung jawab bersama, antara orang tua, guru, dan tokoh masyarakat yang selalu bersinergi, berkolaborasi.  

Beban guru selain mengajar di depan kelas, harus membuat RPP banyak komponen dan rinci ditulis dalam satu dokumen sampai 20 halaman. Pekerjaan administratif yang menguras waktu, dan tenaga. Ini sebagai konsekwensi dari tunjangan profesi yang besarnya satu (1) kali gaji pokok. Masa pandemi Covid-19 guru semakin dituntut menguasai kompetensi berbasis TI. Pelaksanaan PJJ, setiap guru harus "melek TI", dengan inovasi dan kreativitas. Diakui guru mendapat bantuan pulsa kuota, masalahnya belum semua guru mempunyai kompetensi profesional bidang TI. Apalagi di daerah 3 T (terdepan, terpencil dan tertinggal).  

Kalau boleh jujur, masa pandemi Covid-19 yang paling siap membuat materi PJJ adalah Universitas Terbuka (UT), karena konsepnya sejak awal PJJ. Mahasiswa belajar mandiri dengan modul yang sudah disiapkan oleh para dosen sesuai bidang ilmunya. Kuliah secara jarak jauh, kadang masih ada tutorial setiap Sabtu dan Minggu. Sayang dosen-dosennya para guru yang sering tidak sesuai dengan mata kuliah yang diampu.

Berbeda dengan konsep tatap muka, semua materi diberikan di depan kelas. Ada pertemuan langsung antara guru dan siswa, namun masa pandemi Covid-10 semua berubah. Sekolah tutup, belajar di rumah secara daring dengan PJJ. Akibatnya para guru mengalami "kekagetan" dan "kebingungan" untuk memberikan materi pelajaran. Bagaimana, kapan, berapa lama waktunya setiap materi pelajaran. Tidak semua guru mempunyai gadget dan jaringan lancar, sehingga guru harus berkorban mendatangi rumah muridnya untuk menyampaikan tugas siswa. Sering terhalang transportasi yang tidak mendukung, jalan terjal, becek, berkubang bila hujan, lewat hutan, menyeberang sungai.

Para guru menghadapi tantangan nyata selama pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 9 bulan. Menghadapi kondisi darurat yang tidak pernah ada dalam benaknya. Para guru mau tidak mau, suka tidak suka harus melakukan loncatan penguasaan TI. Bagi guru milenial telah familier dengan TI, sehingga PJJ ini sebagai kesempatan "unjuk gigi", mengeluarkan potensi diri. Semua ini dimaksudkan agar  materi yang diberikan dapat mengasah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap materi pelajaran disisipkan kemampuan spiritual sehingga anak didik tidak terbebani, tetap riang gembira, tidak bosen menerima materi pelajaran secara virtual.

Masa pandemi menjadi "momok" yang menghantui bagi para guru menjelang pensiun, karena penguasaan TI terbatas, sehingga bebannya semakin berat. Jaman memang sudah berbeda, tuntutan kompetensi pun berubah cepat. Namun perlu diingat, para guru milenial yang hebat saat inipun adalah hasil didikan guru senior menjelang purna tugas. Bahkan sudah ada yang menikmati masa indah sebagai pensiunan guru. Inilah "pahlawan tanpa tanda jasa", namanya selalu hidup dalam sanubari setiap murid.

Yogyakarta, 27 Nopember 2020 Pukul 16.40

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun