Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Honorer, Paling Layak Sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa"

3 Mei 2019   18:41 Diperbarui: 3 Mei 2019   18:52 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan penjadi tolok ukur kemajuan suatu bangsa yang diyakini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan merubah kehidupan ke arah kesejahteraan lahir batin. Benarkah? Pendidikan itu menurut KBBI adalah:"proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik". 

Artinya pendidikan itu sebagai proses pendewasaan seseorang agar memiliki kecerdasan intelektual, spriritual, dan emosional secara seimbang. Dengan demikian sikap dan tata lakunya dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa mencerminkan kedalaman ilmu yang dimilikinya.  

Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang tersirat dalam Pembukaan UU 1945 "mencerdaskan kehidupan bangsa". Mendidik anak bukan tanggung jawab sekolah semata, tetapi menjadi tanggung jawab "tri pusat pendidikan" (keluarga, sekolah, masyarakat). Koordinasi, komunikasi, dan sinergi yang terjalin secara akrab dan menyenangkan diharapkan menghasilkan peserta didik yang cerdas bukan hanya intelektual, tetapi sprirual dan emosional. 

Saat ini diakui secara intelektual anak-anak mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi sehingga dapat bersaing di tingkat global. Namun kecerdasan emosional dan spiritual mengalami degradasi, sehingga emosinya mudah tersulut karena masalah sepele. Dalam kondisi begitu guru menjadi sasaran pertama yang disalahkan. Padahal kalau dirunut orang tua dan masyarakarat juga mempunyai tanggung jawab sama.

Guru diakui mempunyai peran penting mendidik anak-anak dalam bidang intelektual, dan mengantarkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun yang sering dilupakan adalah domain pendidikan dari guru hanya sebatas di sekolah. Begitu anak keluar sekolah sudah menjadi domain pendidikan masyarakat, dan saat masuk halaman rumah menjadi tanggung jawab orang tuanya. 

Artinya, pendidikan peserta didik itu menjadi wewenang dan tanggung jawab 3 (tiga) domain secara bersinergi. Kalau ada peserta didik bermasalah, dapat ditelusur kondisi keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Ini perlu agar akar permasalahan dapat diketahui dan dicarikan solusi terbaiknya.  

Kembali ke pokok tulisan, guru menjadi tumpahan harapan para orang tua yang telah mengamanahkan pendidikan anak-anaknya di sekolah. Sementara di sekolah sendiri juga menghadapi permasalahan pelik khususnya berkaitan dengan guru, mulai dari sistem rekruitmen,  kualitas pendidikan, kompetensi, kekosongan guru klas karena pensiun, uji kompetensi, distribusi penempatan, kesejahteraan, dan status kepegawaian. 

Status guru honorer dapat menjadi obyek para politikus untuk memberi janji, namun tetap statusnya belum tuntas. Bagaikan silamakama mengangkat menjadi PNS pun bukan persoalan mudah, karena terkendala usia, kompetensi, dan distribusi penempatan.

Namun di lapangan guru honorer masih terus menunggu datangnya "godot" (simbol harapan yang serba tidak pasti). Sampai saat ini masih mengabdi dengan tulus ikhlas untuk mencerdaskan anak bangsa, walau gajinya dibawah UMR. Jangan kaget kalau masih ada guru honorer setiap bulan mendapat gaji sebesar Rp 125.000,-. 

Ini realita, padahal dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat 1 huruf a, mengatakan:"Dalam melaksanakan tugas keprofesionalanm guru berhak memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial". Disini tidak menyebutkan status guru apakah guru tetap (PNS) atau honorer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun