Profesi pustakawan mulai dikenal oleh masyarakat, walaupun masih ada yang bertanya apa itu pustakawan. Diakui profesi pustakawan baru di kenal di lingkungan masyarakat intelektual, itu saja masih ada yang memandang "sebelah mata", sehingga dianggap "tidak layak" mendapatkan predikat sampai jenjang pustakawan utama.Â
Buktinya tidak mengakui ada jabatan tertinggi pustakawan utama, walaupun "layak". sehingga tertahan hanya di jenjang pustakawan madya. Tidak peduli ada peraturan perundangan setingkat menteri yang menyebutkan jenjang pustakawan ahli itu dari pertama, muda, madya, dan utama.
Kalau suatu departemen itu tidak membutuhkan pustakawan utama memang mau apa, mau protes, demo ?. Ironisnya justru di di lingkungan orang-orang intelektual tidak membutuhkan pustakawan utama. Patut diduga, karena profesi pustakawan utama itu selevel "profesor", logis bila persyaratannya "selayaknya" mirip dengan profesor, sehingga tidak semudah itu.
Walaupun pikiran orang demikian dapat dibilang naif, karena profesi pustakawan sudah mempunyai peraturan perundangan yang berbeda dengan tenaga dosen. Diakui angka kredit yang dibutuhkan memang sama sebesar minimum 850 poin.
Tulisan seorang pustakawan utama dari perguruan tinggi terkenal di d Bogor yang berjudul:"Masuk Kopral Keluar Jenderal", di laman Facebooknya jujur saya sangat menyetujuinya. Kalau di lingkungan TNI dan Kepolisian mana ada seorang Kopral dapat menjadi Jenderal kecuali mendapat "keajaiban" yang luar biasa.
Artinya di lingkungan ABRI sangat sulit dari pangkat Kopral dapat menjadi Jenderal, karena sejak awal sudah ada ketentuannya masuk tamtama itu cukup minimum lulusan SMA/MA/SMK, sedang untuk menjadi perwira minimum lulusan D3.
Belum kalau naik pangkat harus mengikuti diklat keahlian yang dipilih berdasarkan prestasi, kompetesi ketat, dan cerdas secara IQ (kecerdasan intelektuan), IE (kecerdasan emosional), IS (kecerdasan spiritual). Bukan sekedar mengikuti diklat tanpa tes dan prestasi yang luar biasa.
Untuk profesi pustakawan syarat menjadi pustakawan terampil minimum lulusan D2 ilmu perpustakaan dan/atau D2 bidang lain plus diklat ilmu perpustakaan yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional. Sedang untuk pustakawan ahli minimum lulusan S1 ilmu perpustakaan dan/atau bidang lain plus diklat.
Artinya untuk persyaratan masuk profesi pustakawan sudah ada syarat dan ketentuan yang harus ditaati dan dipatuhi oleh para pihak baik calon pustakawan maupun bagian kepegawaian. Alih jalur dari terampil ke ahli dimungkinkan asal memenuhi ketentuan untuk keahlian yaitu ijazah S1.
Masa impassing memang memberi kesempatan seseorang menjadi pustakawan yang berijazah SMA, S1, maupun S2 yang menduduki jalur struktural ke fungsional, dengan alasan mendesak dan waktunya  sudah ditentukan. Alasan mendesak, jumlah pustakawan secara kuantitas semakin berkurang karena pensiun, sedang pengangkatan baru tidak ada formasi.
Dibuka jalur impassing ini diakui dapat menambah kuantitas, tetapi secara kualitas masih dipertanyakan, selain latar belakang pendidikan bukan ilmu perpustakaan, juga perlu merubah "mindset" dari kebiasaan mendapat pelayanan, harus mempunyai jiwa untuk melayani. Dari biasa menerima usulan inovasi anak buah, harus berinovasi sendiri dan kerja mandiri.