Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hati-hati Memberi Salam "Literasi" dalam Masa Kampanye

16 Oktober 2018   13:40 Diperbarui: 18 Oktober 2018   14:46 3062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam setiap pertemuan ada sesi foto bersama di depan panggung, dan selalu ada gaya bebas berekpresi. Entah dari mana dan siapa yang pertama kali mengenalkan ketika gaya bebas selalu mengangkat tangan dengan ibu jari diacungkan. Selain itu ada yang mengacungkan tangan kanan ke depan, tekuk jari tengah, jari manis, dan jari kelingking.

Tinggal ibu jari dan telunjuk dalam posisi tegak, membentuk huruf L. Kalau dalam dunia kepustakawanan gaya tangan itu menunjukkan salam "Literasi", yang awalnya dipopulerkan oleh para penggerak literasi yang independen. 

Artinya para penggerak literasi ini dengan suka rela membangun taman bacaan masyarakat, melalui media sosial sering mengabarkan kegiatannya dengan menutup beritanya dengan salam literasi. Entah bagaimana ceritanya salam literasi diekpresikan dengan membentuk jari jemari seperti huruf "L".

Belakangan penulis mendapat informasi bahwa selama masa kampanye, dimohon tidak memberi salam literasi dengan membentuk jari seperti huruf "L". Alasannya, sangat riskan karena seperti menunjuk nomor urut salah satu peserta pilpres 2019. Sebenarnya dengan mengangkat satu jari jempol pun juga mirip seperti nomor urut peserta pilpres lainnya. 

Tidak perlu berdebat masalah larangan yang berasal dari seorang pejabat, menurut penulis karena terlalu hati-hatinya supaya organisasi profesi pustakawan bersikap netral. Memang pustakawan yang sebagian besar PNS harus netral, tidak boleh memihak satu satu kontestan, memberi dukungan, apalagi mengikuti kampanye, jelas larangan bagi PNS/ASN.

Namun bukan berarti lantas cuek, apalagi golput sangat tidak dianjurkan dan merugikan dirinya sendiri, karena aspirasi suaranya tidak tersalurkan. Hal ini berarti mengurangi perolehan suara yang menjadi pilihannya. PNS tetap berpartisipasi dalam pileg dan pilpres supaya aspirasinya terwakili, yang dapat mensejahterakan kehidupan rakyat Indonesia.

Siapapun yang menang berarti kemenangan seluruh rakyat Indonesia, yang dapat menyelenggarakan pesta demokrasi memlih capres cawapres dan anggota dewan secara damai, aman, tenteram, nyaman, berkeadilan dan hidup sejahtera. Sebagai negara republik yang berbentuk kesatuan, dengan demokrasi Pancasila, menjadi bagian dari pemilu 5 (lima) tahunan dengan aktif memberikan suaranya adalah hal yang biasa.

Tidak biasa bila pemilu justru rakyat menjadi "tersandera" karena ketidaknyamanan. Rakyat semakin cerdas, saat ini yang dibutuhkan realita, bukan sekedar memberi janji yang sangat mudah diucapkan saat kampanye berlangsung. Beradu program lebih terhormat, daripada  "debat kusir" yang justru semakin membuat rakyat bingung, dan menjauh, acuh dengan masalah politik.

Rakyat walaupun saat ini hanya diam, tetapi mata batinnya selalu mengamati, menilai, dan menentukan pilihan untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada waktunya. Hal ini  memenuhi kewajiban sebagai warganegara, dan melaksanakan haknya  memberi  suaranya secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil).

Kalau para kontestan sudah mendeklarasikan "Kampanye Damai", yang penuh kedamaian dan memberi edukasi berpolitik yang santun, aman, dan damai, tidak perlu saling menjatuhkan, mengejek, persekusi, menfitnah, menyebar permusuhan. 

Apa yang didapat setelah semua itu berakhir kecuali luka batin, terkoyaknya perasaan karena pernyataan yang saling menyerang, membinasakan, dan permusuhan. Dalam pesta demokrasi, tidak ada musuh yang mesti dijauhi, dilecehkan, diejek, dan dipermalukan. Semuanya sebagai Warga Negara Indonesia yang penuh semangat dengan satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun