Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika "Korupsi" sebagai "Kebiasaan", Apa yang Terjadi?

11 September 2018   11:33 Diperbarui: 13 September 2018   09:06 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membicarakan masalah korupsi di Indonesia seperti tidak ada habisnya dan tidak pernah basi sepanjang masa. Bagaikan sudah menggurita korupsi belum bisa tuntas diberantas di bumi Indonesia yang sering dikenal sebagai negeri jamrut di katulistiwa. Entah apa yang terlintas di benak orang yang melakukan korupsi ketika menerima uang yang tidak jelas asal-usulnya. 

Korupsi itu menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri, ada niat dan kesempatan, terjadilah tindak kejahatan korupsi. Kasus anggota DPRD Malang ramai-ramai melakukan korupsi berjamaah, sungguh menyesakkan dada, dari 45 anggota ada 41 orang "tersandung" pasal korupsi.

Istilah korupsi menurut KBBI adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi bukan sekedar menyangkut dari besarnya nilai rupiah,  namun lebih karena dorongan "sikap batin", yang mempunyai niat untuk memperkaya diri. 

Siapapun yang melakukan korupsi, apalagi anggota dewan, bukan saja "melukai" rakyat yang diwakili, namun seluruh rakyat Indonesia yang telah mempercayakan pilihannya. Bahwa untuk menjadi anggota legislatif perlu ada "mahar" politik itu bukan tanggung jawab rakyat, namun pribadi yang akan menjadi caleg.  

Dalam UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikatakan bahwa tindak pidana korupsi itu merugikan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas. 

Tindak pidana korupsi terjadi secara sistematik dan meluas, selain merugikan keuangan negara juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi secara luas, sehingga pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa, khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yaitu pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa (penjelasan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999).

Oleh karenanya dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Dibentuknya KPK mengingat waktu itu pemberantasan tindak pidana korupsi belum dilaksanakan secara optimal, sehingga perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan terus menerus. Walaupun selalu ada pihak-pihak yang selalu berusaha untuk "melemahkan" KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya baik secara konstitusional maupun non konstitusional.

Ketika orang melakukan korupsi sudah tidak mempunyai rasa malu, dan sepertinya sudah menjadi "kebiasaan", maka terjadilah korupsi secara berjamaah. Menyelewengkan uang negara dengan niat sengaja atau tidak sengaja untuk memperkaya diri, dan menjadi sasaran operasi tertangkap tangan (OTT) oleh KPK, masih memberi siaran pers "tidak menggunakan sesenpun", kita lihat di persidangan nanti, atau mengajukan upaya pra peradilan. 

Ketika disorot kamera media elektronik pun posisi muka masih tegak, tertawa, melambaikan tangan, walau sudah memakai baju "kebesaran" oranye dengan status "tersangka".

Budaya malu itu sudah hilang dari setiap pribadi yang melakukan korupsi, kalaupun kena OTT itu sedang "apes" atau celaka, sial, tidak beruntung. Dari segala level, badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sudah tidak steril dari korupsi. Memang diakui "uang" sering menggoda iman seseorang, sehingga dapat merubah sikap, pola pikir dan pola tindak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun