Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menumbuhkan Gairah Menulis

24 Juni 2018   13:11 Diperbarui: 24 Juni 2018   13:35 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hampir setiap ketemu orang selalu mengatakan:"tidak bisa menulis, tidak ada bakat, tidak tahu dari mana harus memulainya". Pokoknya sederet pernyataan "negatif" yang menghakimi dirinya sendiri bahwa tidak bisa menulis. Padahal pernyataan negatif ini dapat menimbulkan "aura negatif", yang berdampak pada "rasa malas" untuk mencoba memulai menulis. 

Belum pernah mencoba tetapi sudah merasa tidak bisa menulis. Akibatnya tidak mengetahui dimana kekurangan, kelemahan, dan kesalahannya. Belum bertanding sudah merasa kalah, artinya tidak ada perjuangan untuk memenangkan pertandingan.

Menulis diakui perlu latihan, ibaratnya seperti bayi yang baru bisa berjalan selangkah jatuh, secara naluri mencoba untuk bangkit lagi, jatuh dan seterusnya sampai dapat menjaga keseimbangan badan untuk berdiri. Terus berusaha, untuk tetap berdiri, melangkah satu langkah, dua langkah , agak sempoyongan, jatuh, terus mencoba dan mencoba. Bayi itu tidak pernah bosan dan dengan senang hati untuk terus berusaha latihan berjalan. Seiring dengan jam terbang berdiri bayi itu lama-lama dapat berdiri tegak, berjalan cepat, bahkan berlari.

Demikian juga menulis itu perlu proses latihan, tidak bisa seketika dapat menjadi penulis handal. Melakukan uji coba menulis, menulis, dan menulis, yang tidak bosan-bosannya dilakukan seperti bayi yang sedang latihan berjalan. Ada kalanya tulisan itu diulang-ulang dihapus karena menyusun kalimat yang sangat terpancang pada tatabahasa Indonesia yang baku, baik dan benar sesuai dengan "Ejaan Yang Disempurnakan" (EYD). 

Berpaku pada EYD memang sangat dianjurkan, namun hal ini bukan berarti mengurungkan niat untuk menulis. Berkaitan dengan masalah tatabahasa ini yang semestinya para guru bahasa Indonesia adalah ahinya. Namun berdasarkan pengamatan kenapa para guru bahasa Indonesia itu justru jarang menulis di media massa (cetak atau elektronik).

Untuk bisa menulis itu perlu membaca, namun karena asyik membaca tidak ada waktu untuk menulis. Dua hal membaca dan menulis ini tidak bisa dipisahkan. Logikanya orang yang suka membaca, pasti bisa menulis. Namun lagi-lagi untuk mewujudkan tulisan itu perlu energi tambahan yaitu gairah untuk menulis. Tanpa ada gairah (keinginan, hasrat, keberanian yang kuat), maka menulis seperti pekerjaan yang sangat berat. Tanpa gairah menulis kemampuan membaca itu hanya dinikmati sendiri untuk menambah wawasan yang luas, tanpa berbagai dengan orang lain.

Menumbuhkan membaca inipun di Indonesia perlu perjuangan karena permasalahan yang memblunder sejak dulu tidak ada penyelesaian yang tuntas. Walaupun program-program pemerintah terus digulirkan, mulai dari Gerakan Indonesia Membaca  (GIM) dari Kemendikbud RI, Indonesia Gemar Membaca 2019 dari Perpusnas RI, Gerakan Membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai dari Kemendikbud.

Gerakan Nasional Gemar Membaca (GNGM) dalam rangka Hari Buku Nasional 17 Mei 2017 oleh Presiden Jokowi. Semuanya masih timbul tenggelam belum ada gerakan yang masif, konsisten, komprehensif, terus menenus. Oleh karena itu selayaknya ada keseriusan dari pemerintah untuk hadir dalam semua program, yang tidak sekedar seremonial belakan, setelah itu tidak ada kelanjutan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ganti pimpinan ganti program yang intinya untuk menumbuhkan gairah membaca.

Gairah menulispun setali tiga uang, tidak ada keseriusan untuk menampung para penulis kreatif agar mendapat pembinaan yang serius. Para penulis itu muncul secara otodidak, terseok-seok, tidak ada apresiasi dan perhatian dari pihak yang berwenang menangani. 

Bahkan sering daya kreativitas dan imaginasi "terbelenggu" oleh berbagai aturan yang secara sengaja dibuat untuk melanggengkan "kekuasaan" dan otoritas tirani yang "alergi" dengan kritik membangun. Kegairahan menulis sengaja ditumpulkan agar tidak semakin "liar" untuk menyerang yang sangat mengusik kedudukannya di kursi empuk, nyaman, enak, dan nikmat.

Menumbuhkan gairah menulis, bukan hanya dengan "iming-iming" bonus dengan nominal rupiah yang besar dan menjanjikan seperti para atlet yang selalu mendapat janji ketika menang dalam pertandingan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun