Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kisah Unik Melatih Anak Berpuasa Ramadan

22 Mei 2018   22:17 Diperbarui: 23 Mei 2018   06:21 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menjalankan ibadah puasa bagi yang sudah terbiasa tidak menimbulkan persoalan, namun bagi yang belum pernah, apalagi anak-anak banyak godaan yang berpotensi membatalkan puasa. Sebagai seorang ibu, mempunyai prinsip anak-anak itu harus dilatih untuk melaksanakan  perintah agama dan menjauhi larangannya, sejak dini agar kesadaran beragama itu sudah tertanam di hatinya.

Bukan hanya hubungan secara vertikal dengan Alloh SWT (habluminallah), namun juga hubungan dengan sesama umat (habluminannas).

Menjalin hubungan secara vertikal maupun horisontal harus seimbang, serasi, selaras agar menjadi insan yang memberi manfaat bagi lingkungan sosial dimanapun berada. Hubungan vertikal sangat pribadi, personal, sebagai hak azasi setiap orang karena berkaitan dengan keyakinan seseorang. Bagi anak-anak hubungan vertikal ini diakui ada campur tangan dominan dari orang tua yang secara fitrah, mengenalkan, mendampingi, mendidik, dan memberi contoh secara langsung apa yang dikerjakan, dilaksanakan oleh orang tuanya dan lingkungan yang membesarkan.

Demikian juga hubungan secara horisontal, campur tangan orang tua  menjadi dasar untuk kehidupan sosial yang akan datang. Anak yang terbiasa melihat orang tua menjalin komunikasi dengan tetangga untuk toleransi, berbagi, saling membantu, menjalin persatuan dan kesatuan, menjaga perasaan, kedamaian tanpa konflik, secara tidak langsung menjadi pengalaman bagi anak-anaknya kelak dalam menjalin pergaulan bermasyarakat.

Namanya anak-anak yang selalu meniru tindakan, ucapan, tingkah laku, sikap, cara berbicara, orang-orang di sekitarnya. Orang tua menjadi figur bagi anak-anaknya dalam segala tindakan dan ucapan. Untuk itu orang tua perlu hati-hati dalam bertutur kata, karena anak-anak khususnya yang masih batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun), sangat cepat dan mudah menirukannya. Anak-anak hanya meniru apa yang dilihat dan didengarkan seperti polah tigkah, omongan, tabiat, watak, yang secara tidak sengaja atau disengaja telah dilakukan oleh orang tuanya.

Anak yang masih polos, bersih, suci itu dapat dibentuk, dilukis, diberi warna apapun oleh orang tuanya. Beruntung kalau lingkungan anak baik sehingga menjadi mozaik yang indah dan menyenangkan, misalnya anak-anak kecil sudah menjadi penghafal Al Qur'an. Sebaliknya kalau lingkungan anak tidak baik, mozaik itu menjadi berantakan tidak jelas dan tidak menarik, misalnya anak balita merokok, nonton vidio porno, berkata kotor dan bertindak kasar, siapa yang memulai dan mengajarkan ?.

Kembali ke pokok persoalan untuk menumbuhkan rasa senang, berkesan, tidak membosankan bagi anak-anak ketika bulan puasa Ramadan ada kisah yang unik menjadi kenangan tidak terlupakan.

Waktu itu anak-anak masih usia TK dan SD, untuk melatih puasa dengan memberi hadiah berupa uang sebesar Rp 1.000,-per hari penuh. Uang sebesar itu pada tahun 1990 an lumayan untuk uang saku. Jadi kalau puasanya anak-anak sampai 29 atau 30 hari atau berapa hari, tinggal mengalikan. Uang hadiah itu biasa diberikan ketika lebaran, yang nantinya akan dijumlahkan dengan uang "salam tempel" dari bude, bulik. Anak-anak menyambut dengan suka cita, apalagi uangnya masih baru dari bank dengan bau yang khas uang kertas.  Setelah terkumpul uangnya dibelikan mainan yang diinginkan (mobil-mobilan, lego, tamiya, dan lain-lain). Sederhana dan indah bukan, sambil melatih puasa, anak-anak mendapat hadiah mainan hasil mengalahkan hawa nafsu yaitu puasa Ramadan.

Dalam kisah itu terselib nilai kejuangan dan perjuangan, bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu mudah seperti membalik tangan, semua diusahakan dengan melawan haus dan lapar karena mempunyai motif mendapatkan uang seribu rupiah. Kondisi ini terus berulang sampai anak-anak mulai akil baligh. Hal ini juga berlaku untuk anak kedua, ketiga, dan keempat, sehingga pada waktu lebaran memang harus mengeluarkan uang ekstra untuk memberi "bonus" kepada anak-anak yang dapat meyelesaikan puasanya sehari penuh. Kalau kurang sehari penuh, dari fajar sampai pukul 12.00 sudah minum dan makan dan dilanjut puasa lagi sampai Magrib, tetap dapat uang Rp 1.000,-

Cara ini ternyata efektif untuk melatih anak-anak melakukan puasa Ramadan, selain juga didukung oleh lingkungan sekolah yang sudah membiasakan anak-anak berpuasa sejak kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun