Asisten rumah tangga sangat diperlukan untuk keluarga yang sibuk bekerja. Namun, kadang sulit mendapatkan yang cocok dan klop dengan seluruh anggota keluarga.
Untuk itu, awal menikah saya sepakat dengan suami tidak memakai jasa asisten rumah tangga.
Namun, ketika bayi pertama lahir, saya memerlukan asisten rumah tangga. Kebetulan, ipar saya ada empat yang perempuan. Mereka semua seregep bantu. Adik ipar, pagi-pagi sudah datang ke rumah mandiin bayi. Kakak ipar kedua nyuci pakaian, sedangkan kakak ipar kesatu mengerjakan urusan dapur. Adik ipar satunya menyiapkan bahan makanan mentah, karena dia buka toko.
Selesai masak, kakak ipar kesatu momong bayi hingga waktu zuhur. Sore hari, ketiga ipar akan datang lagi.
Ketika lahir bayi kedua, saya mengambil asisten rumah tangga. Bukan karena bermasalah dengan semua saudara ipar. Saudara ipar, jika musim sawah, mereka ke sawah. Saya repot juga mengurus dua balita dan rumah.
Pengalaman dengan asisten rumah tangga yang pertama
Asisten rumah tangga dari desa sendiri sangat susah, mereka lebih memilih tandur, gepyok di sawah. Mungkin hasilnya lebih banyak dan tidak menjenuhkan, sedangkan momong anak orang lain butuh ketelatenan dan keikhlasan, walaupun ada gaji.
Untuk itu saya mencari asisten dari desa lain atas rekomendasi tetangga. Dia usianya hampir lima puluh, tampak sudah pengalaman momong bayi. Saya pun langsung cocok. Kesepakatan kami, dia bekerja dari pukul 07.00 hingga 17.00 WIB.
Aktivitas ini berjalan tiga bulan, si Mbak izin keluar pas musim panen. Saya tidak bisa menahannya, karena dia mungkin membutuhkan upah padi atau ada alasan lain yang tidak dapat dijelaskan. Sebetulnya jika tetap bekerja, uang gaji bisa dibelikan gabah juga.
Repot momong dua anak balita, sementara ibu mertua sudah sepuh, tidak mungkin meminta bantuannya. Akhirnya kakak ipar kesatu bersedia pensiun dari sawah, dia khusus momong si kecil.