"Pelit!"
"Bagi dua, Mbak!"
"Gak mau, aku belum makan!"
Teriakan anak-anak melebihi suara presto yang melengking tanda airnya mendidih. Pertempuran tampak akan mulai, anak cowok memamerkan suaranya yang mulai besar. Anak cewek, kakaknya memamerkan bola mata yang tertutup kacamata. Jeritan mereka mencapai level opera.
Sebagai orangtua tentu ingin menaikkan volume suara melebihinya. Menurut Jeanine Vivona, seorang profesor psikologi di College of New Jersey yang telah mempelajari persaingan antar saudara, "Persaingan dengan saudara kandung hanyalah fakta kehidupan. Dan kami, sebagai orang dengan saudara kandung dan orang dengan anak, dapat mencoba mengaturnya sebaik mungkin."
"Kalian apa tidak malu ditonton lalat di atas martabak?" ujar saya sambil menunjuk martabak yang dikerumuni lalat.
Anak-anak terdiam melihat martabak. Jijik? Iya, anak cewek berlari ke kamarnya sambil berteriak.
"Aku tidak jadi makan martabaknya!"
"Aku juga tidak mau, jijik!" sahut adiknya.
Persaingan, pertengkaran ternyata sudah terjadi sejak manusia diciptakan. Anak-anak Nabi Adam a.s bersaing. Saudara-saudara Nabi Yusuf a.s sejak kecil selalu melakukan persaingan, pertengakaran.
Kita tidak bisa mencontoh hal-hal yang tidak baik dari sejarah. Sejarah alangkah baiknya untuk menjadi pembelajaran. Persaingan dengan saudara kandung tidak bisa dihindari, tetapi kita bisa mengurangi dan mendekatkan mereka.Â