Mohon tunggu...
Sri AdelliaMunaff
Sri AdelliaMunaff Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mimpi Indah di Industri Gula Kita

15 Januari 2019   22:45 Diperbarui: 15 Januari 2019   22:57 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pabrik gula (ilustrasi dilansir dari laman Kompas.com)

Beberapa waktu lalu, Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, melontarkan tudingan bahwa pemerintah kebablasan dalam hal impor gula. Beberapa indikator yang ia gunakan adalah sepanjang tahun 2017-2018, Indonesia mengimpor gula hingga 4,45 juta ton. Volume impor gula ini tertinggi dibanding Cina (4,2 juta ton), Amerika Serikat (3,11 juta ton), Uni Emirat Arab (2,94 juta ton), Bangladesh (2,67 juta ton), dan Aljazair (2,27 juta ton).

Volume gula yang diimpor Indonesia itu juga melampaui negara seperti Malaysia (2,02 juta), Nigeria (1,87 juta ton), Korea Selatan (1,73 juta ton), dan Arab Saudi (1,4 juta ton).

Selain itu, ekonom yang pernah gagal di Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu itu mengatakan bahwa harga gula di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan negara lain.  Sebagai contoh, per Januari 2017, harga gula per kilogram di Indonesia US$ 1,1, sementara harga gula di dunia US$ 0,45. Begitu juga per Juni 2017, harga gula sebesar US$ 1 per kilogram, atau lebih tinggi ketimbang harga di dunia US$ 0,31.

Pada November 2018, harga gula di Indonesia sebesar US$ 0,85 atau melampaui harga gula dunia US$ 0,28. Dengan kurs Rp 14.041 per dolar AS, harga gula di Indonesia saat itu mencapai Rp 11.936 atau tiga kali lipat dari harga gula dunia Rp 3.932 per kilogram.

Pemaparan Faisal Basri itu seolah memperlihatkan bahwa pemerintah kita terlalu pro pada impor dan terkesan mengabaikan produksi gula dalam negeri.

Tapi bila kita telisik lebih dalam lagi, ternyata industri gula dalam negeri memang penuh dengan masalah. Seorang ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat bahwa pabrik gula dalam negeri minim inovasi dan tidak efisien dalam hal produksi. Akibatnya, terjadi perbedaan yang mencolok antara gula impor dengan yang diproduksi pabrik di dalam negeri.

Sumber:Sindonews.com

Ironisnya memang, mayoritas pabrik gula yang nir inovasi dan inefisien itu kebanyakan merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Pabrik pelat merah itu berproduksi di bawah skala ekonomi.

Menurut hasil penelitian dari INdef, dari 45 pabrik gula BUMN, hanya 25% nan yang memiliki kapasitas produksi di atas 4.000 ton per hari. Sementara 78% pabrik gula di Jawa berusia di atas 100 tahun, sehingga sangat tidak kompetitif. Kelemahan ini bisa diatasi. Untuk meningkatkan produksi gula nasional maka diperlukan peningkatan luas areal perkebunan dan meningkatkan produktivitas usaha tani. Harus ada peningkatan rendemen tebu di tingkat petani. Serta efisiensi ditingkat pabrik pengolahan dengan peningkatan teknologi mesin giling.

Bila kondisi ini terus dibiarkan, maka industri gula kita akan semakin tenggelam. Oleh karena itu, berhentilah menyalahkan impor. Tapi introspeksi diri. Biar para pemangku kepentingan seperti Kementerian Pertanian berupaya dalam meningkatkan rendemen di petani tebu. 

Lalu Kementerian Perindustrian bisa merumuskan berbagai kebijakan untuk memberi insentif pelaku industri gula. Lalu Kementerian Badan Usaha Milik Negara merestrukturisasi perusahaan penggilingan tebu pelat merah, agar lebih produktif dan efisien. Jangan sungkan dan ragu merombak jajaran kepemimpinannya, demi kemajuan industri gula kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun