Pemilu serentak 2019 telah dilaksanakan. Pemilu yang rumit. Dalam satu hari memilih presiden dan wapres, anggota legislatif, senator daerah (DPD).
Jika ditambah pilkada maka pemilik suara harus mencoblos tujuh lembar surat suara secara periodik setiap lima tahun.
Permasalahan yang sama berulang dari tahun ke tahun. Sejak masa persiapan, pelaksanaan, perhitungan suara hingga pengumuman hasil.
Sejak pemilu pertama tahun 1955 hingga saat ini nyaris tidak ada perubahan tata cara dalam pemilu. Komisi pemilu mendistribusikan kertas suara, mengelola aturan kampanye, pemilik suara mencoblos dengan paku, rekapitulasi berjenjang dari TPS hingga nasional, dan paling akhir adalah pengumuman pemenang.
Teknologi informasi dan transportasi jauh berkembang dibandingkan enam puluh tahun yang lalu. Tetapi negara ini belum lepas dari kesulitan dikarenakan bentang alam dan kondisi geografis negara kepulauan. Berbiaya mahal dan penuh masalah.
Baru-baru ini kita mendapat kabar jatuhnya puluhan korban jiwa baik dari penyelenggara pemilu maupun petugas keamanan (Polri). Rata-rata disebabkan karena kelelahan atau terjadi kecelakaan saat menjalankan tugas. Belum terhitung yang kesehatannya terganggu atau cedera.Â
Sebuah ironi, pesta demokrasi namun menyebabkan jiwa melayang.Â
KENDALA KLASIK
Persoalan klasik dalam persiapan pemilu adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Persoalan ini bukan hanya problem kinerja penyelenggara tetapi terkait validitas data kemendagri yang diberikan ke KPU.
Problem klasik lain adalah terkait kertas suara. Sejak pencetakan kertas suara, proses melipat hingga distribusi sangat rawan terjadi lolosnya kertas suara rusak yang berakibat ketidakabsahan suara.
Urusan distribusi adalah paling rumit. Kondisi geografis hutan dan gunung menyulitkan distribusi, apalagi jika terkendala cuaca buruk.