Berkolaborasi dengan Deloitte Indonesia.
Dalam dunia pengauditan, terdapat salah satu bidang audit yang berbeda dari audit laporan keuangan pada umumnya dan memiliki ruang lingkup yang lebih luas, yaitu audit forensik. Audit forensik adalah penelitian, inquiry, investigasi, pengujian, pengumpulan bukti dan informasi untuk mengemukakan fakta berdasarkan penemuan dan kesimpulan yang disusun secara kronologis.Â
Berbeda dengan audit pada umumnya, audit forensik dilakukan hanya ketika ditemukan adanya indikasi fraud, dan merupakan proses yang tidak berulang. Audit forensik lebih berfokus untuk menggali fraud, bukan laporan keuangan secara umum. Beberapa jenis fraud yang umumnya ditemukan adalah korupsi, penyalahgunaan aset, dan financial statement fraud, seperti overstatement dan improper accounting. Namun, setelah pandemi COVID-19, terdapat banyak modus operandi fraud baru akibat, sebagian besar orang yang merasa putus asa dan ingin bertahan hidup di tengah pandemi serta kurangnya pengendalian internal di dalam perusahaan.
Berbicara tentang fraud, terdapat istilah fraud triangle yang berisi tiga faktor risiko fraud seperti tekanan, rasionalisasi, dan peluang. Adanya tekanan membuat perusahaan maupun individu merasa tidak punya pilihan lagi selain melakukan fraud, dan perbuatan ini dianggap benar dengan dilakukannya rasionalisasi. Terlebih lagi, tersedianya loophole atau peluang makin memperbesar dorongan seseorang untuk melakukan fraud di perusahaan. Biasanya suatu perusahaan menduga bahwa fraud telah terjadi melalui beberapa indikasi, seperti ketidaksesuaian pencatatan akuntansi, tidak adanya bukti, performance perusahaan menurun signifikan dan sebagainya.Â
Pada saat ditemukan adanya kecurigaan bahwa fraud telah terjadi dalam suatu perusahaan, menurut ISA 240 dan 200, evaluasi terhadap implikasi terkait misstatement dalam aspek audit lainnya perlu dilihat. Hal ini dilakukan karena fraud memiliki kemungkinan kecil bahwa tidak akan berpengaruh pada aspek audit lainnya. Terlepas dari materialitas, reassesment harus selalu dilakukan terhadap risiko yang ada dalam misstatement tersebut.Â
Kemudian, kasus fraud ini ditentukan apakah perlu dilakukan pelaporan kepada pihak berwenang di luar entitas tersebut. Dalam menjalani seluruh proses tersebut, auditor tentunya memiliki tanggung jawab yang harus dijalankan seperti menjaga professional skepticism selama proses audit, memperoleh reasonable assurance, mempertimbangkan adanya potensi manajemen mengesampingkan kontrol, dan menyadari bahwa prosedur audit yang efektif untuk mendeteksi kesalahan (error) belum tentu efektif dalam mendeteksi adanya fraud.
Berikut merupakan prosedur audit yang dapat dilakukan dalam menghadapi risiko fraud:Â
Pengakuan pendapatan (Revenue Recognition)
Melakukan perbandingan terhadap pendapatan yang dilaporkan berdasarkan bulan dan/atau berdasarkan segmen bisnis pada periode sekarang dengan periode sebelumnya.
Mengonfirmasi dengan customers terkait persyaratan kontrak tertentu yang relevan dengan kasus.