Sayup-sayup suara tentang keramahan, tepa selira dan kerendahan hati mulai mulai memudar, digantikan teriakan nama Tuhan yang beringas dan tidak bersahabat.
Saat ini Tuhan hanyalah gerombolan maniak membawa pentungan kesana kemari, merangsek dan memaksakan semua orang menjadi sama. Tapi mungkin ada benarnya Tuhan itu Esa, satu dan semuanya harus sama, seragam dan seakidah.Â
Perbedaan dan pertanyaan hanyalah simbol dari setan jahanam yang perlu diperangi, diberangus dan dibungkam?.
Mungkin Tuhan yang benar adalah Tuhan yang bisa memastikan semua laku sama, pikir yang sama, pakaian yang sama dan menyembahnya ditempat yang sama?.
Apakah Tuhan yang benar itu, yang melotot sambil teriak berbusa-busa, sambil menyemburkan bisa sumpah serapah dan cacimaki tiada henti, "kafir, bidah, halal darahnya, rajam, penggal, neraka jahanam, cambuk..."?, karena kata-kata itu keluar dari orang yang mengaku bertuhan dan rajin beribadah?.
Apakah Tuhan yang benar itu yang mencintai kehancuran, telapak tangan putus, punggung berdarah, leher tergorok, kepala pecah dilempar batu, dada tertembus peluru atau tubuh tercerai berai?.
Apakah Tuhan benar itu mencintai kematian, keluarga yang terpisah, masa depan yang terkoyak, bayi sekarat kelaparan, atau tenda pengungsian?
Ketika membuka buku kuno, mataku terpaku pada kata-kata ini:
"Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang".
Apakah ini juga berlaku buat Tuhan, Â ketika Tuhan mengangkat pedang, maka Tuhan juga akan binasa karena pedang?
aku berjalan mengarungi rentang waktu dan menemukan bahwa Tuhan serta kebinasaan ternyata selalu berjalan beriringan, sehingga kalau tidak jeli, tergelincir dan tidak akan tidak bisa membedakan mana kebinasaan dan mana Tuhan.