Lalu sejenak saya terdiam dan memahami bahwa sesungguhnya definisi hanyalah sebuah arti kata. Definisi adalah esensi arti dan makna yang tidak hidup dalam ruang yang hampa. Tetapi, Â apalah arti dari sebuah definisi, bila kata itu tak bisa menjelmah menjadi sebuah sikap dan tutur kata dikehidupan nyata.
Dalam hal ini, saya setuju bila definisi perempuan dalam KBBI itu kasar, tetapi bila definisi itu sudah dituliskan secara halus, lantas apakah perempuan di Indonesia sudah diperlakukan seperti yang sudah KBBI tuliskan. Sudah barang pasti, KBBI akan berutang besar kepada seluruh perempuan yang ada di Indonesia. Ia (KBBI) telah berhasil mengaburkan makna yang sesungguhnya sedangkan panggang masih jauh dari api.
Cetakan edisi pertama KBBI terbit pada tahun 1988. Sejak itu, kata perempuan telah termasuk didalamnya. Hingga saat ini, definisi perempuan dalam edisi kelima tahun 2016, belum berubah sama sekali. Artinya ditahun 2021, selama kurang lebih 33 tahun ini, definisi perempuan itu tetap. Tak ada yang berbeda, malah semakin merujuk kepada konotasi yang semakin buruk dengan adanya penambahan kata seperti jalang, pelacur, tunasusila, geladak, nakal, jahat, lecah simpanan dan sejenisnya.
Ayolah Kemendikbud, ubah definisi kata Perempuan dalam KBBI.
Lalu KBBI balik menjawab, oh tidak semudah itu ferguso.
Negara kita sesungguhnya tidak kekurangan ahli bahasa seperti yang dibahasakan oleh Tuhambowo Wau. Mereka ada dibumi manusia yang kita pijak hari ini. Mereka (ahli bahasa) belum mengganti atau mengubah atau merevisi definisi perempuan, karena satu alasan. Yaitu, perempuan di Indonesia belum diperlakukan atau memperlakukan dirinya mulia, seperti apa yang dinegara lain terjemahkan.
Bila  mengutip Wittgenstein II (1953: 23) mengenai language game, perubahan-perubahan yang terjadi dalam pendefinisian sebuah kata terjadi karena "makna setiap kata tergantung penggunaannya dalam setiap kalimat; makna setiap kalimat tergantung penggunaannya dalam setiap bahasa; dan makna setiap bahasa tergantung penggunaannya dalam setiap kehidupan."
Sudah sering kita simak dan saksikan, bagaimana perempuan di Indonesia sering mendapat perlakuan yang tak senonoh, pelecehan seksual dan beragam kegiatan maksiat yang dewasa ini sering kita  jumpai. Pengalaman yang demikian pahitnya membuat definisi perempuan belum bergerak maju dari tempatnya.
Tuhambowo Wau harusnya bisa bertanya kembali kepada dirinya atau kepada kaum femenis yang ada dimuka bumi indonesia tercinta ini, sudahkah kaum perempuan menjadi manusia seutuhnya bagi dirinya sendiri?
Bagaiamana mungkin definisi kata perempuan berubah sedangkan kita belum mampu untuk merubah esensi dari penggunaan kata perempuan itu sendiri. Penggambaran rakyat Indonesia tentang siapa perempuan itu belum naik kelas. Alhasil, mau tak mau, suka tidak suka, definisi itu belum bisa berubah selama penggambaran tentang perempuan masih kabur.
Pergerakan kaum perempuan yang dimulai oleh R.A Kartini hari ini dampaknya mulai kelihatan, tapi belum signifikan. Sudah banyak kok tokoh publik kita yang duduk ditampuk kekuasaan seperti Presiden, Ketua DPR RI, Menteri, Perwira Tinggi TNI Polri, Jaksa, Dosen, Artis, Penyanyi dan masih banyak lagi profesi yang melejit dizaman globalisasi ini. Tapi itu belum mampu merepresentasikan wajah utuh kaum perempuan.