Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Perpres P3K Honorer, Harapan atau Khayalan?

3 Januari 2019   20:49 Diperbarui: 14 Januari 2019   16:59 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto (makassar.tribunnews.com)

Berakhirnya seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun ini tidak hanya menyisahkan suka bagi para pencari kerja tapi juga duka bagi beberapa kalangan honorer. Mengapa tidak? Kaum Milenial yang baru saja menyelesaikan pendidikannya dibangku perkuliahan baik itu freshgraduate maupun oldgraduate (hehe.. yang nganggur setelah kuliah) diberikan sebuah optimisme baru tentang adanya peneriman pegawai pemerintah baik di pusat maupun dareah. Semuanya punya kesempatan yang sama untuk mengadu nasib dan fisik dikompetisi ini. Sistem perekrutan yang lebih transparan dan proses pendaftaran yang ringkas membuat semuanya tertarik untuk menggantungkan harapan diseleksi ini. Tapi tidak bagi honorer. 

Mengapa?

Saya akan menjelaskan mengapa ini menyisahkan duka bagi Honorer. Pertama, kebanyakan tenaga honorer saat ini berusia diatas 35 tahun. Mereka telah berkeluarga bahkan sudah memiliki cucu tapi statusnya  saat ini masih honorer. Amanat undang-undang jelas mengatakan tentang persyaratan umur bagi mereka yang ingin mengikuti seleksi CPNS. Persyaratan umur ini membuat sirnanya harapan mereka. Alih-alih ingin ikut seleksi, umur pun sudah tak layak untuk menjadi seorang PNS.

Kedua, jumlah tenaga honorer saat ini telah mencapai 438.590 (liputan 6.com). Jumlah mereka yang sangat masif khususnya dari kalangan tenaga pendidik dan kesehatan. Mungkin juga  data ini akan terus bertamabah. Jumlah yang begitu banyak seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah untuk sangat hati-hati melaksanakan seleksi CPNS. Tolong hargailah perasaan mereka yang saat ini bekerja dengan gaji yang pas-pasan bahkan ada yang sukarela (suka bekerja rela tak digaji). 

Perhatikan dengan serius jasa-jasa mereka yang sudah melayani masyarakat dengan atau tanpa gaji yang layak. Itulah sisi kemanusian yang harus dikedepankan. Pilu yang saat ini banyak dirasakan oleh tenaga honorer semoga sampai dihati para penguasa. Ini belum lagi kita berbicara jenis formasi dan jumlah formasi yang diterima yang masih menyisahkan Tanya yang sangat besar.

Namun ada solusi yang coba ditawarkan pemerintah pusat. Jenng jenngg... apakah itu? Yapp,, Perpres Nomor 49 tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Perpres ini digadang-gadang menjadi pintu surga bagi tenaga honorer biarpun usia mereka sdh mendekati pensiun untuk menikmati gurihnya menjadi seorang PNS. Pemerintah menyebut ini sebuah harapan namun ketika saya melihatnya sepertinya ini bukan keberpihakan yang serius. Saya akan mengajak pembaca untuk melihat sisi positif dari pepres dan kritik setelahnya.

Perpres ini mensyaratkan usia paling rendah 20 tahun dan maksimal 1 tahun sebelum batas usia tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Point ini menjadi sebuah angin segar bagi honorer yang sudah terhalangan dengan usia. Kemudian disisi yang lain mengenai hak dan kewajiban. 

Secara tertulis Pegawai P3K mendaptkan hak dan kewajiban yang setara dengan PNS kecuali gaji Pensiun. P3K juga bisa menduduki jabatan-jabatan yang strategis dan penting dilingkup pemerintahan. Cuti kerja dan tunjangan kesehatan juga diberikan bagi pegawai P3K. Disisi beban kerja, pegawai P3K diberikan beban kerja sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati.

Namun harapan ini nampaknya tidak akan berjalan mulus-mulus saja. Melihat lebih jauh tentang perpres  tersebut, ternyata seleksi penerimaan P3K juga terbuka untuk berbagai kalangan bukan hanya honorer namun juga dari kalangan professional serta harus melalui ujian kompetensi dan administrasi. 

Profesional sekaliber Rycko Gureng, Ahmad Dhono, Mas Bowo dan Ratni Sarungpait  juga punya kesempatan yang sama untuk menjadi P3K. Harapan honorer sebenarnya sederhana yaitu hanya ingin ditingkatkan statusnya menjadi PNS. Pesimisme hadir setelah melihat kebijakan ini nampaknya salah arah. Mereka artinya harus mengikuti seleksi dan bersaing (lagi) dengan para calon p3K yang lain. Pertanyaan sesungguhnya sanggupkah para honorer yang setelah kian lama mengabdi bersaing dengan para cebong-cebong yang baru hangat-hangatnya lulus dari kampus dan para professional yang lain?

Inilah letak kekurangan peraturan tersebut. P3K hanya menyisahkan hayalan bukannya harapan. Honorer butuh kepastian dan keringan bukan persaingan dengan para kaum muda dan elite profesinal. Tolong wujud dan tuangkan itu pada sebuah kebijakan yang benar-benar mengayomi para honorer ini agar kelak mereka juga benar-benar merasa diperhatikan dan pemerintah hadir untuk mereka. Jika untuk mendapatkan status PNS mereka harus berjibaku dengan tes dan syarat yang lain, apalah guna dan esensi dari Perpres ini? Mending rame-rame nyapres atau nyaleg aja dah....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun