Mohon tunggu...
Soen Alvin
Soen Alvin Mohon Tunggu... Pelajar

Seorang pelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pertandingan yang Membentuk Karakter

5 Oktober 2025   14:11 Diperbarui: 5 Oktober 2025   17:02 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kualifikasi Wall Climbing CC CUP XL (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Pertandingan. Setiap kali berada di lapangan, aturan yang mengikat sering kali memunculkan pertentangan. Emosi muncul, kemenangan terasa seperti harga mati, dan kekalahan bisa meninggalkan luka. Tidak jarang, api amarah menjadi penutup sebuah perjuangan yang sesungguhnya dimaksudkan untuk meraih kebanggaan. Tetapi,

Pada 1 Oktober 2025, The Guardian melaporkan bahwa Israeli naval forces menyergap flotilla pro-Palestina yang berlayar menuju Gaza. Insiden ini terjadi sekitar 75 mil dari pantai dan berujung pada penahanan puluhan aktivis kemanusiaan (The Guardian, 1 Oktober 2025). Peristiwa ini menjadi sorotan internasional, menyingkap ketegangan politik sekaligus memperlihatkan bagaimana konflik dapat muncul ketika idealisme bertemu dengan kekuasaan.

Berita tersebut mengingatkan saya bahwa arena konflik tidak hanya ada di kancah global. Di lingkup kecil seperti sekolah, kompetisi pun bisa melahirkan gesekan. Bedanya, pengalaman saya di Canisius College Cup XL 2025 justru membuktikan bahwa pertandingan dapat menjadi media pembentukan karakter. Dengan melibatkan 132 sekolah, 17 cabang perlombaan, dan lebih dari 500 panitia, saya sendiri berperan sebagai panitia percetakan, pemain wall climbing, serta penonton yang ikut larut dalam sorak-sorai tribun. Dari semua peran itu, saya belajar arti disiplin, daya juang, dan persahabatan.  

Kasus flotilla memperlihatkan bagaimana sebuah perjalanan bisa terhenti oleh benturan kepentingan. Di CC Cup, perjalanan kami juga dipenuhi rintangan meski skalanya jauh lebih kecil. Bedanya, tantangan itu menjadi kesempatan untuk membangun karakter. Dari balik meja panitia, dinding wall climbing, hingga tribun penonton, saya merasakan bahwa setiap momen dalam kompetisi adalah ujian untuk memilih apakah menyerah atau bertahan. 

Sebagai anggota seksi percetakan, tugas saya adalah memisahkan baju panitia, menyiapkan kartu peserta, dan menyusun kartu panitia. Pekerjaan ini terlihat sederhana, tetapi tanggung jawabnya besar karena setiap detail berhubungan langsung dengan kelancaran acara. Bayangkan jika ada baju yang salah ukuran atau kartu peserta yang tertukar, maka keributan kecil bisa langsung mengganggu jalannya pertandingan. Teman-teman kelas 12 saya yang berperan sebagai koordinator juga bekerja dengan penuh dedikasi. Mereka mengatur jadwal kerja, membagi shift, bahkan memotivasi anggota yang mulai lelah setelah seharian belajar di kelas. Meski begitu, dinamika yang menantang tetap ada. Beberapa teman bersikap santai dan tidak menganggap pekerjaan ini serius, sementara adik-adik SMP kadang masuk ke ruang percetakan hanya untuk bercanda atau mencoba membantu tanpa tahu alurnya. Situasi seperti itu mengajarkan saya arti kesabaran dan ketegasan. Disiplin ternyata bukan sekadar mematuhi aturan, melainkan kesediaan untuk menjaga ritme kerja, konsisten dalam komitmen, dan berani mengingatkan teman lain demi tujuan bersama.

Disiplin ternyata bukan sekadar mematuhi aturan, melainkan kesediaan untuk menjaga ritme kerja, konsisten dalam komitmen, dan berani mengingatkan teman lain demi tujuan bersama.

Selain menjadi panitia, saya ikut bertanding dalam cabang wall climbing. Di babak kualifikasi, saya berhasil melangkah dengan percaya diri. Namun di semifinal, langkah saya terhenti. Rasa kecewa memang berat, terutama ketika melihat teman-teman mendukung penuh dari bawah. Tema resmi tahun ini, "A Beautiful Thing is Never Perfect", terasa sangat tepat. Kekalahan itu memang menyakitkan, tetapi justru mengajarkan banyak hal. Saya belajar bahwa perjalanan menuju kemenangan bukan selalu lurus, tetapi penuh rintangan. Kadang kita harus jatuh dulu untuk bisa bangkit lebih tinggi. Saya masih teringat detik-detik terakhir sebelum jatuh dari dinding. Pegangan terasa licin, napas terengah-engah, dan sorakan teman-teman mengiringi. Saat itu saya sadar, daya juang tidak hanya berarti terus menang, tetapi juga berani mencoba lagi meskipun gagal. Dari pengalaman itu saya pulang bukan dengan medali, melainkan dengan tekad yang lebih kuat untuk berlatih lebih giat, memperbaiki teknik, dan mengalahkan kelemahan diri sendiri.

Kualifikasi Wall Climbing CC CUP XL (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Kualifikasi Wall Climbing CC CUP XL (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Sebagai penonton, saya banyak menyaksikan pertandingan basket dan sepak bola. Tribun penuh warna, yel-yel menggema, poster dukungan terangkat tinggi. Rasanya seperti berada di stadion besar, padahal kami hanya di lapangan sekolah. Kelas 12 mendukung dengan sepenuh hati, sadar bahwa ini adalah CC Cup terakhir mereka. Saya melihat bagaimana teman yang kalah tetap dipeluk erat, bagaimana tepukan di bahu lebih berarti daripada skor. Bahkan ketika tim tidak bisa meraih juara, senyum dan sorak-sorai tidak pernah berhenti. Seusai pertandingan, kami masih duduk bersama, bercanda, dan bernyanyi. Momen itu membuat saya sadar bahwa persahabatan adalah hadiah terbesar dari sebuah kompetisi.

Lebih dari itu, saya juga merasakan bagaimana persahabatan melintasi batas kelas dan angkatan. Dukungan datang bukan hanya dari teman dekat, tetapi juga dari junior dan alumni yang hadir. Ada ikatan tak terlihat yang menyatukan kami, seolah-olah setiap sorak di tribun adalah bahasa universal yang mengatakan: kita satu keluarga, apa pun hasilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun