Beberapa hari lalu, nama A.M Hendropriyono turut memanaskan perbincangan, terutama di kalangan warganet. Pasalnya, mantan petinggi badan intelijen di Tanah Air ini secara terbuka menunjuk hidung tokoh-tokoh Arab, dan mengingatkan agar tidak menjadi pemicu masalah.
Tak pelak, ada beberapa pihak yang justru menuding Hendropriyono telah bertindak rasis. Beberapa tokoh yang berdarah Arab pun melayangkan protes terhadapnya. Pasalnya, ia dinilai telah menggeneralisasi etnis Arab sebagai pemicu masalah dan kekisruhan yang belakangan memanas.Â
Sementara jika menggali secara objektif, keputusan mantan kepala Badan Intelijen Negara membidik tokoh-tokoh Arab tersebut tidaklah untuk membenarkan sikap rasis. Tampaknya, ia hanya merasa gelisah sekaligus gusar lantaran melihat beberapa figur yang berada di balik ribut-ribut setelah Pilpres 2019 kebetulan adalah tokoh berdarah Arab.
Publik tentu saja tidak asing dengan nama-nama seperti Rizieq Shihab yang konon merupakan imam besar Front Pembela Islam, Yusuf Martak sebagai tokoh sentral di gerakan 212, atau Haikal Hassan yang juga setali tiga uang dengannya.Â
Ketiga figur tersebut mau tak mau harus dikatakan sebagai tokoh-tokoh yang memang getol melakukan berbagai macam agitasi dan propaganda yang cenderung membuat suhu politik dan kondisi sosial memanas. Terlebih, mereka cenderung memanfaatkan posisi etnis Arab yang jamak dimuliakan umat Islam di Tanah Air, untuk menancapkan pengaruh lewat berbagai narasi mereka.
Narasi-narasi yang ditebarkan oleh tokoh-tokoh ini pun acap terkesan tertuju ke arah menciptakan perlawanan hingga penentangan terhadap pemimpin dan negara ini sendiri. Nah, di tengah kegandrungan begitu, tampaknya Hendropriyono ingin menegaskan agar fakta bahwa adanya "posisi khusus" terhadap etnis Arab, jangan sampai disalahmanfaatkan.Â
Tentunya, apa yang diutarakan oleh Hendropriyono tidak lepas dari latar belakang keilmuannya yang notabene sangat memahami dunia intelijen dan berbagai ilmu seputar konflik dan potensi konflik. Terlebih, bukan rahasia pula jika Hendropriyono pun terkenal sebagai guru besar di bidang intelijen.Â
Belum lagi, ada juga catatan bahwa Hendropriyono adalah figur yang pernah menghabiskan 28 tahun di dunia militer, Â yang tak hanya akrab dengan kegiatan tempur di lapangan, namun juga kental dengan kegiatan intelijen. Dengan reputasinya seperti itu, tentu saja, di balik pernyataan seorang Hendropriyono ada latar belakang dan pengalaman sekaligus keilmuannya, hingga melahirkan sebuah pernyataan semacam imbauannya terhadap tokoh-tokoh Arab tersebut.
Ini tentu saja bukan semata sudut pandang saya pribadi. Beberapa tokoh nasional pun menunjukkan sudut pandang yang menjernihkan kenapa Hendropriyono menegaskan sikap yang sekilas kontroversial tersebut.
Sebut saja Gayus Lumbuun, pun berpandangan bahwa eks Kepala BIN itu tidak berniat melecehkan etnis Arab, dan bahkan ia  justru sangat menghormati etnis tersebut sebagaimana jamaknya masyarakat Indonesia.