Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lewat Asap Rokok, Kita Disihir RUU Pertembakauan

8 Maret 2017   00:22 Diperbarui: 8 Maret 2017   20:03 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masalah yang ada lebih pekat dari asap rokok - Gbr: AP

Banyak hal yang terkesan sederhana, ternyata menyembunyikan berbagai persoalan yang tak sederhana. Sementara saat masyarakat kebanyakan memilih tak peduli apa-apa, ada banyak penjahat sedang bekerja tanpa peduli atas apa yang akan terjadi pada masyarakat; dari kemiskinan atau bahkan kematian. Ketika rakyat kebanyakan bekerja di bawah terik matahari, ada banyak orang yang juga bekerja di gedung-gedung pemerintahan dan perwakilan rakyat justru untuk membunuh rakyat secara perlahan.

Saat sebatang rokok sebatang bisa habis dalam 5-10 menit, tapi persoalan yang lahir dari produk tersebut bisa berdampak melampaui 365 hari dalam setahun. Itulah yang terbetik di pikiran saya saat hadir di acara tatap muka membicarakan RUU Pertembakauan, di kawasan Menteng, Jakarta, Senin 6 Maret ini.

Di sana, salah satu rumah makan di Jl. H. Agus Salim, Menteng, saya menangkap kegelisahan rakyat kecil yang diwakili para pembicara yang hadir; Hasbullah Thabrany, Faisal Basri, dan Julius Ibrani. Betapa selama ini nama rakyat, terutama petani tembakau dengan mudah diseret-seret berbagai kepentingan. Para politikus menyeret mereka untuk kepentingan politik, dan perusahaan terkait pun tak kurang tega menyeret mereka untuk memperlihatkan bahwa tak ada dosa dari kehadiran mereka.

Tak dapat ditampik, selama ini nama para petani tembakau acap di bawa-bawa di ruang-ruang diskusi beraroma politik hingga kepentingan perusahaan rokok. Saat para politikus dan perusahaan rokok kian membesar, para petani tetap saja dengan nasib mereka sendiri; tak beranjak jauh, dan sebagian tetap miskin.

Fakta yang terjadi saat ini, sebuah Undang-Undang yang digagas oleh sekelompok orang, sudah menjadi bola liar dan berjalan terlalu jauh.

Bertajuk RUU Pertembakauan, pihak penggagas berdalih bahwa mereka sedang membela para petani tembakau agar makin sejahtera, dan pihak perusahaan rokok memperlihatkan wajah selayaknya pahlawan yang sedang membela nasib rakyat kecil dan bekerja di sektor pertanian tembakau.

Di sisi lain, kesan kuat adanya upaya mengelabui publik pun terjadi. Sayangnya, selama ini fenomena tersebut seperti diselamatkan oleh berbagai keriuhan dan gonjang-ganjing di ranah politik di luar masalah terkait RUU itu sendiri.

Mereka melawan kalangan yang menjual nama petani tembakau untuk kepentingan tertentu lewat RUU Pertembakauan - Gbr: Zulfikar Akbar
Mereka melawan kalangan yang menjual nama petani tembakau untuk kepentingan tertentu lewat RUU Pertembakauan - Gbr: Zulfikar Akbar
Beruntung, masih terdapat Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), yang terlihat masih gigih berusaha menunjukkan apa yang sesungguhnya sedang terjadi di dunia produksi tembakau yang bersentuhan langsung dengan industri rokok.

Berbeda dengan para politikus dan perusahaan industri rokok yang bisa berbicara dengan kekuatan modal, Komnas PT terbilang hanya dapat bicara lewat media yang dapat mereka jangkau. Mereka memperlihatkan berbagai kejanggalan selama ini terjadi, terutama sejak RUU Pertembakauan disahkan menjadi inisiatif DPR akhir tahun lalu.

Perjalanan RUU itu sendiri kini telah merangsek ke ruang diskusi di kalangan kementerian, termasuk Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan. Dua kementerian yang memang terkenal bertolak belakang dari sisi prinsip terkait rokok, sama-sama terseret dalam pembicaraan seputar RUU tersebut.

Pembicaran para-pihak di kementerian itu memang tak jauh dari Surat Presiden yang akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memutuskan akan melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan bersama DPR atau tidak. Kegelisahan pun mencuat, apakah kelak hal itu akan berujung kepada sikap yang berpihak kepada kepentingan rakyat; petani tembakau hingga masyarakat luas, atau dapat dibuat takluk oleh kalangan politikus yang selama ini rajin membawa nama rakyat dan acap alpa memetakan kebutuhan riil masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun