Mohon tunggu...
Siti Nuzulia Regar
Siti Nuzulia Regar Mohon Tunggu... Guru - @snuzuliaregar

Lahir di Ciamis, perempuan berdarah sunda, jawa, dan batak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam dan Senyum Terakhir

30 Januari 2018   13:56 Diperbarui: 30 Januari 2018   14:04 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua orang ingin menikah, sebab adalah suatu keniscayaan. Tapi siapa yang bisa menulis takdir seseorang atau sepasang? Tidak ada. Menikah tentang menyatukan dua hati, dua tubuh, dua kehidupan dalam satu ikatan. Cinta telah menjadi warna berbeda yang hidup di antaranya, tanpa kata tapi.

Aku ingin menikah dengan seseorang yang kucintai. Hanya saja tidak ada yang mampu menjaminnya. Seorang lelaki yang pernah hidup begitu dalam di hatiku minggu ini akan menyempurnakan dirinya dengan seorang perempuan. Aku bahagia, bahkan sangat bahagia. Setidaknya aku sudah bisa memastikan dia hidup dengan kehidupan yang lebih baik daripada saat bersamaku dulu.

"Hai, selamat ya Kak! Akhirnya kau menikah, saya ikut bahagia ."

Lelaki itu tersenyum dan dengan mata berkaca dia berkata, "Terima kasih ya Nay. Mohon doakan saya."

"Tentu saja. Doa saya selalu menyertai. Bahagialah selalu, bersyukurlah sebab Tuhan telah mengirimkan seorang terbaik sebagai penyempurnamu. Maafkan saya atas segala hal."

"Kau tak perlu meminta maaf atas apapun, Nay. Semua sudah berlalu dan kita hanya harus menjalani kehidupan lebih baik di masa depan. Lekas menyusul."

"Aamiin."

Kami terdiam. Di ruang tamu yang tak begitu luas itu, kami hanya menatap satu sama lain. Kebahagiaan atau duka, atau kenangan yang memang tak lagi harus dikenang. Hanya ada doa. 

Malam yang begitu dingin, tapi tak pernah kubayangkan akan sedingin ini. Senyum terakhir dari lelaki yang pernah begitu berarti. Lelaki yang pernah begitu keras melihatku dari kejauhan. Lelaki yang pernah menata kekacauan hatiku dan membuatku kacau. Lelaki yang memiliki tempatnya sendiri. Minggu ini dia akan utuh menjadi milik seorang perempuan yang beruntung memilikinya. 

Aku sedang tidak menyesali apapun, sebab ini adalah takdir kami. Tapi aku tak bisa berbohong, setelah sekian lama kami saling melupakan dan melepaskan perasaan, tetap ada yang berbeda pada sebuah perpisahan yang kekal.

Ari adalah malam yang akan digantikan oleh siang. Sementara aku hanya hujan yang sewaktu-waktu bisa datang dan pergi. Kami tak benar abadi. Hanya mampu saling berbagi kisah yang lama akan dipupuskan zaman. Kami adalah nyata yang kelak menjadi ketiadaan. Dan senyum kami malam ini adalah yang terakhir, sebelum dia menjadi milik orang lain minggu ini.

Nuzulia, 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun