Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memajukan Pendidikan Daerah 3T

25 April 2020   19:24 Diperbarui: 25 April 2020   20:37 1877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Benedictha Cornellia

 "...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ...." Alinea keempat pembukaan UUD 1945

Pendidikan sejatinya merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh seluruh Negara di dunia termasuk Indonesia. Bagi Indonesia, pendidikan menjadi penting karena merupakan salah satu tujuan negara sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Meskipun pendidikan menjadi salah satu tujuan dan cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia, namun nyatanya masih terdapat kesenjangan pada pendidikan di Indonesia. Artinya, belum seluruh wilayah di Indonesia yang mendapatkan akses dan fasilitas pendidikan yang memadai, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Tanah Papua misalnya, sebagai salah satu daerah yang termasuk kedalam daerah 3T, Papua masih memiliki  permasalahan serius di dunia pendidikan. 

Menurut data Inspektorat Jenderal Kemendikbud, Papua menjadi provinsi dengan tingkat buta aksara tertinggi saat ini di Indonesia dengan 25,5 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan angka buta aksara nasional yang hanya sebesar 2,1 persen saja[1]. Fakta tersebut secara jelas memperlihatkan bagaimana tingkat pendidikan di tanah air masih belum merata, terutama di daerah 3T. Selain di Papua, daerah 3T lainnya secara umum juga memiliki berbagai permasalahan pada pendidikan.

Sebuah survei dari World Bank[2] di lima kabupaten (yang terletak di provinsi Kalimantan Barat dan NTT) yang termasuk daerah tertinggal di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat beberapa masalah pendidikan yang ada di daerah tersebut, diantaranya: 

(1) Akses menuju sekolah yang jauh dan sulit ditempuh (rata-rata berjarak 149 km atau lima jam dari kabupaten/kota terdekat); 

(2) Fasilitas penunjang pendidikan yang belum memadai (misalnya hanya 39% buku teks yang memadai); 

(3) Infrastruktur dan fasilitas fisik sekolah yang belum memadai (misalnya hanya 29% sekolah yang terhubung dengan jaringan listrik; 54% sekolah yang memiliki perpustakaan; atau hanya 17% sekolah yang memiliki akses internet); 

(4) Jumlah, komposisi, serta kualifikasi guru yang tidak sesuai (misalnya hanya 40% guru yang merupakan PNS sedangkan kekurangan pengajar diisi dengan 42,5% guru honorer yang dikontrak oleh sekolah lalu sisanya dikontrak oleh kabupaten/kota, selain itu 34% guru yang ada hanya memiliki pendidikan akhir Sekolah Menengah Atas). 

Dari data diatas, dapat terlihat beberapa masalah klasik yang menjadi fokus pemerintah dalam menyelesaikan pendidikan di daerah 3T. Mulai dari sulitnya mendapatkan akses pendidikan, kurangnya fasilitas penunjang pendidikan, kondisi sekolah dan pembangunan infrastruktur hingga kekurangan jumlah guru serta kualifikasinya yang tidak sesuai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun