Penuh pemimpin bangsa dan rakyat yang masih miskin budi pekerti.Â
Pesan untuk Mas Nadiem
Terkhusus untuk Mas, Nadiem, Mendikbud kita, tolong tengok mengapa dari rakyat hingga pemimpin kita tak dekat dengan sastra, apalagi nyastra.Â
Jelas indikatornya ada pada masalah di kurikulum, berefek domino kepada bekal para calon guru/dosen dalam menempuh pendidikannya selama ini.Â
Dan, bagaimana dengan kondisi para guru/dosen bahasa Indonesia yang terlanjur tak mumpuni dalam materi dan praktik sastra, pun tak dekat dengan sastra apalagi "nyastra", tapi masih mengajar di kelas dan kampus?
Semoga setelah empat kisah sastra di Indonesia yang saya tulis dalam kurun 20 tahun yang lalu, sembilan belas tahun yang lalu, lima tahun yang lalu, dan tiga tahun yang lalu, kini saya ulik lagi di tahun 2020, benar-benar menjadi perhatian Mas Nadiem.Â
Ayo Mas, bikin rakyat dan pemimpin Indonesia dekat dengan sastra dan nyastra. Bila kini masyarakat kita kurang "pas" bila menyebut kata "China". Tapi, faktanya, pendidikan dan ujian nasional di China juga selalu menyertakan materi kesusastraan, karena kesadaran betapa pentingnya sastra bagi kehidupan manusia dan kepemimpinan.Â
Akhirnya, menyoal sastra dalam artikel kali ini, Selasa, 2 Juni 2020, saya berikan judul: Di Tengah Pandemi Corona, Pemimpin dan Rakyat Kita, Butuh Sastra dan "Nyastra".Â