Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Corona dan Pembebasan Napi Koruptor di +62

6 April 2020   09:44 Diperbarui: 6 April 2020   09:51 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: doc.Supartono JW

Wabah corona pun dijadikan dalih, untuk membebaskan para narapidana dari penjara. Namun, apa sebenarnya dibalik rencana pembebasan narapidana itu? 

Lagi-lagi berbagai pihak di Indonesia juga sudah dapat membaca  arah dan tujuan dari dalih tersebut. Kira-kira yang dapat dibaca adalah, pura-pura melepas tahanan lain, sementara tujuan yang terselubung sejatinya tujuan utamanya adalah membebaskan para koruptor yang teridentifikasi rata-rata adalah para elite partai politik dan anggota partai politik yang duduk di parlemen maupun pemerintahan. 

Bisa jadi, skenario ini adalah sebuah misi penyelamatan yang setali tiga uang dengan disahkannya RUU KPK baru, sebab, para koruptor yang belum tertangkap pun, akhirnya dapat terlindungi. 

Bila kembali mengacu pada pengakuan Ketua MPR RI menyoal rangkaian kerjasama antara partai politik dengan cukong, maka kira-kira dapat ditebak, siapa yang membuat skenario, siapa yang menjadi aktor, dan siapa yang menjadi sutradara di balik misi pembebasan napi koruptor memanfaatkan situasi pandemi corona. 

Rencana Menkumham Yasonna Laoly yang ingin membebaskan narapidana koruptor yang kini ditentang banyak pihak, sebetulnya bukan skenario kecil. Bukan pula skenario Yasonna seorang. 

Yasonna hanyalah salah satu aktor di balik misi pembebasan napi koruptor ini. Memang, yang diapungkan ke publik adalah, rencana itu digulirkan karena lapas overload sekaligus menghindari penularan virus corona (COVID-19). 

Salah satu syaratnya adalah sudah menjalani 2/3 masa hukuman dan berusia di atas 60 tahun. Nah, atas rencana dan alasannya tersebut, karena skenario dan penyutradaraannya seperti demikian, maka banyak pihak yang langsung hanya melihat dan menyoroti yang muncul "dipermukaan". 

Sehingga, berbagai pihak pun, secara obyektif, juga mengkritisi sebatas hal yang muncul di permukaan. Semisal, salah satu contoh pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menyatakan, jika mengacu pada umur, ada peraturan yang bisa digunakan sebagai acuan, yaitu PERMA Nomor 1/2000 yang mengatur batas usia yang tidak bisa dilakukan paksa badan ditahan, yakni umur 75 tahun. 

"Jadi para koruptor itu harus menunggu berumur 75 tahun," kata Fickar kepada JawaPos.com, Minggu (5/4/2020). 

Selanjutnya, Fickar juga menekankan bahwa tidak ada alasan yuridis untuk mempercepat pembebasan narapidana korupsi, terlebih jika harus menggunakan mekanisme Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 

Selain syarat reguler waktu dan kelakuan baik, napi koruptor juga harus memenuhi kewajibannya mengembalikan kerugian negara sebagaimana diputuskan pengadilan dan rekomendasi dari KPK atau Kejaksaan Agung yang menangani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun