"Covid-19 sudah berakhir," tulis seorang teman dalam pesan WhatsApp.
"Kok bisa, PSBB Secara Proporsional Pra Adaptasi Kebiasaan Baru, sudah diberlakukan kemarin?" balas saya.
"Coba keluar rumah, lihat di jalan, orang banyak berkerumun. Kendaraan roda dua dan empat kembali tumplek di jalan. Beberapa titik krodit. Maka Covid-19 dinyatakan selesai," tulis sahabat saya lagi lebih panjang.
Saya baru menyadari maksudnya. Ibarat main biliar, pesan itu seperti "bank shot". Pukulan yang sengaja dipantulkan. Tujuannya untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Ironis!
Pernyataan itu bisa juga masuk kategori 'Majas Innuendo'. Yakni majas yang bermaksud untuk mengecilkan keadaan yang sebenarnya.
Di satu sudut, para medis berjuang menyelamatkan nyawa pasien Covid-19. Tapi, di sisi lain, masyarakat bersenang-senang di pusat keramaian. Tanpa pedulikan protokol kesehatan.
Saya tak ingin mencaci. Hanya mengernyitkan dahi. Saya mencoba menggoda Erick Mosberg -- teman saya itu - yang lima tahun kuliah di Technical University of Darmstadt, Jerman itu. Erick banyak membantu saya saat liputan Piala Dunia 2006 di Jerman selama 40 hari.
Memahami perasaan teman tak semudah yang kita lihat. Saya tak ingin menyentuh hatinya lebih dalam. Apalagi menghakiminya. Saya hanya bilang: "Tetap semangat bro."
Erick saat ini tinggal di Jakarta. Dia bekerja di perusahaan asing di Singapura. Tapi belum bisa terbang ke 'Negeri Singa' karena ribetnya persyaratan penerbangan. Dia bekerja dari rumah.
Erick bingung melihat Jakarta. Banyak perusahaan yang nekat mewajibkan karyawannya masuk kantor. Hampir seluruh kelurahannya masuk zona merah. Di pemukiman yang padat, masyarakatnya banyak yang tak peduli.
Menurutnya berbeda dengan Singapura. Perusahaan meminta karyawannya bekerja dari rumah setelah lockdown parsial diberlakukan.