"Assalamualaikum ustazah (panggilan kami guru wanita), ustazah saya mau minta tolong, ini udah bingung gimana, mawar (mama samaran) ga mau belajar", ga mau hafalan juga. Tolong di kasih tau ustazah, ini benar-benar ustazah yang ngomong".
Begitulah kira-kira percakapan telepon antara saya dengan Salah satu orangtua siswa. Sejak libur covid ini, memang proses pembelajaran dari rumah.
Minggu pertama liburan covid Saya senang sekali, wah banyak waktu nih, anak-anak juga riang, orangtua turut bahagia.
Saya senang rutinitas yang begitu sesaknya memberi jeda sejak ditetapkannya belajar dari rumah. Anak-anak bahagia, bosannya pembelajaran bisa dialihkan sementara. Orangtua juga lebih lega Karena tak harus mengerjakan pekerjaan double mengurus perlengkapan anak-anak ke sekolah.
Siapa sangka liburan covid akan sepanjang ini. Di minggu pertama, kedua, ketiga belum ada keluhan. Saya masih senang karena bisa pulang kampung lebih lama, orang tua siswa juga masih adem ayem di grup pembelajaran  mungkin masih menikmati pikirku.
Dan kalian tau di minggu ke empat ? Ungkapan-ungkapan kebosanan di rumah sudah saya rasakan. Selain dari diri saya sendiri  di sosial media juga marak status-status udah mati gaya, udah bingung mau ngapain lagi, kangen jalan-jalan dan semua ungkapan kebosanan #dirumahaja.
#dirumahaja atau #stayhome terus diungkapkan dan digaungkan di mana-mana terutama di media sosial agar memberi kekuatan kepada kaum rebahan bahwa untuk saat ini lebih baik berada di rumah. Patuh mengikuti anjuran pemerintah berada di rumah dengan harapan kondisi ini akan membaik.
Tidak terasa bulan pertama, kedua, ketiga pun dilalui. Segala permasalahan muncul, yang paling saya rasakan saya tidak lagi mendapat gaji ful sebagai guru honorer.Â
Beberapa keperluan pokok harus saya atasi dengan cara yang saya bisa terutama membayar tempat tinggal yang ada di kota. Rasanya itu aduh gimana ini kalo nggak kerja, bayaran bulanan jalan terus pikirku.
Ternyata kesusahan yang saya rasakan belum seberapa. Masih banyak keadaan yang lebih parah dari apa yang saya alami. Bahkan Ada guru yang tidak dilanjutkan kontraknya karena lembaga tidak mampu menggaji guru tanpa ada kemasukan dari spp (sekolah swasta). Ya benar juga kan, gimana mau gaji guru orangtua juga mengalami hal yang sama.