Awal tahun ini, ketika hujan deras turun, saya teringat ibu yang tinggal di Bogor. Bogor adalah tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Saya tahu betul hujan yang turun di sana selalu deras, dan hampir setiap hari. Lalu, saya telepon ibu. Benar saja, pada saat itu sedang hujan deras, dan berbentuk bongkahan es. Genteng rumah pecah, air hujan mengalir deras menggenangi tengah rumah tua yang besar. Duuh.. ibu..
Hujan es ini memang tidak setiap kali datang. Dia akan datang di waktu-waktu tertentu saja. Air yang diturunkannyapun akan sangat dingin menggigit.
Sebagai kota yang memiliki curah hujan yang sangat tingggi, kota hujan ini memiliki beberapa titik yang bahkan sudah sangat biasa diterjang hujan es. Daerah-daerah yang dekat dengan Gunung Salak paling sering mengalami hujan seperti ini. Belum lagi petir yang memang besar-besar.
Di atas rumah saya terbentang jaringan listrik tegangan tinggi alias Sutet. Kalau hujan deras dan angin yang selalu berhembus kencang, suaranya akan sangat menderu-deru menyeramkan. wussh wussh wussh.. dengan kadang-kadang disertai percikan api. Pepohonan akan bergoyang-goyang keras didera angin ribut yang menggulung.
Saya pernah suatu ketika tamasya di kebun raya, tiba-tiba cuaca berubah. Langit gelap, angin besar langsung menyapa. Pohon-pohon besar yang usianya ratusan tahun menjadi sangat misterius. Kadang tidak terduga kapan mereka akan tumbang. Semua orang menghindar ke gazebo-gazebo kecil sekitar taman. Cuaca yang begitu mudah berganti kadang membahayakan, karena semua orang tidak siap.
Sungai-sungai akan langsung meluap dengan arus yang deras. Tidak sedikit cerita tentang orang-orang terbawa hanyut hingga jauh. Pantas saja Jakarta selalu banjir, karena kota ini paling tidak siap dengan kedatangan air kiriman Bogor, padahal Jakarta paling tahu bahwa Bogor pasti akan mendatangkannya.
Mengenang hujan di Bogor memang sangat mengerikan tapi kenangannya tetap selalu indah karena biasanya akan ada pelangi di setiap akhirnya.