Mohon tunggu...
Siska Nur Ayu Ardiyanti
Siska Nur Ayu Ardiyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa D3 Perpajakan Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan lamongan (ITBADLA)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masa Depan Penerimaan Negara: Menjemput Pajak Di Era Digital

30 Agustus 2025   19:15 Diperbarui: 30 Agustus 2025   19:54 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Transformasi digital telah menjadi kekuatan pendorong utama dalam lanskap ekonomi Indonesia dewasa ini. Digitalisasi saat ini memengaruhi hampir seluruh sektor ekonomi nasional termasuk perdagangan online, layanan keuangan berbasis teknologi (fintech), aset kripto, dan ekosistem layanan digital lainnya. Perubahan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi juga membuka peluang baru yang dapat meningkatkan pendapatan negara, terutama melalui instrumen pajak.

Menururt data Direktorat Jendral Pajak (Djp, n.d.), pada februari 2025 Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) akan memberikan kontribusi terbesar dari negara sebesar Rp26,12 triliun, dengan pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp3,17 triliun, pajak transaksi pengadaan barang/jasa pemerintah melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) sebesar Rp2,94 triliun serta pajak kripto sebesar Rp1,19 triliun. Hingga Januari 2025, tercatat 211 perusahaan digital yang telah ditunjuk secara resmi sebagai pemungut PPN PMSE, dengan 181 di antaranya aktif membayar pajak secara berkala. Kebijakan penunjukkan pemungut PPN PMSE terbukti mampu meningkatkan keptuhan serta penerimaan pajak digital.

Tantangan Penerimaan Negara di Era Digital

Namun demikian, tantangan dalam pengumpulan pajak di era digital tetap hadir. Risiko kebocoran pajak meningkat karena banyak transaksi lintas batas yang tidak tercatat dengan baik atau sulit dilacak.  Data menunjukkan bahwa sistem perpajakan Indonesia masih kerap tertinggal dari kemajuan teknologi digital, meskipun penerimaan PPN PMSE terus meningkat. Salah satu kendala teknis di awal tahun 2025 adalah peluncuran sistem administrasi pajak baru Core Tax Administration System (CTAS), yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi administrasi pajak dari tahap pendaftaran hingga audit. Sayangnya, beberapa masalah seperti kegagalan teknis, kesalahan data, dan gangguan layanan masih ditemukan, sehingga pemerintah terpaksa mengizinkan penggunaan system lama sebagai alternatif sementara.

Peluang yang bisa dimanfaatkan di Era Digital

Meskipun menghadapi tantangan, digitalisasi menawarkan potensi besar bagi penerimaan negara. Sejak 1 Januari 2025, CTAS mulai digunakan untuk mendukung modernisasi administrasi pajak, mencakup pendaftaran hingga audit digital. Berbagai aplikasi seperti e-Filing dan e-Faktur terintegrasi dalam sistem ini, memungkinkan pelaporan dan pembayaran pajak dilakukan secara real-time.

Kontribusi ekonomi digital terus meningkat dari sisi popularitas sampai Maret 2025, total pajak digital mencapai 34,91 triliun rupiah. Secara khusus, PPN PMSE sebesar 27,48 triliun, pajak kripto sebesar 1,2 triliun, fintech (P2P lending) sebesar 3,28 triliun, dan pajak pengadaan pemerintah (SIPP) sebesar 2,94 triliun menunjukkan bahwa ekonomi digital sudah memberi kontribusi nyata ke kas negara.

Selain itu, penerimaan PPN PMSE meningkat tajam dari Rp731,4 miliar pada 2020 menjadi Rp6,76 triliun pada 2023. Tingkat kepatuhan pemungut juga naik dari 80,4% menjadi 92,6%. Fakta ini menunjukkan bahwa instrumen digital dan mekanisme withholding tax efektif dalam meningkatkan kepatuhan.

Solusi Yang Diperlukan serta Penutup

Menurut Septyarini (n.d.), stabilitas dan optimalisasi sistem Core Tax Administration System (CTAS) menjadi prioritas yang mendesak. Diperlukan penyempurnaan teknis serta penyusunan roadmap implementasi yang komprehensif agar kenyamanan pengguna tetap terjaga dan efisiensi sistem dapat dirasakan secara maksimal oleh seluruh pemangku kepentingan. Langkah ini harus diikuti dengan penguatan regulasi dan perluasan jaringan pengawasan digital.

Kerangka hukum seperti PMK No. 81 Tahun 2024 telah memberikan dasar hukum bagi implementasi CTAS. Namun, efektivitas pengawasan masih perlu ditingkatkan, terutama untuk memastikan kontribusi adil dari wajib pajak digital, baik domestik maupun internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun