Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jurnalisme Online Harus Paham Kode Etik Jurnalistik

24 Februari 2023   22:37 Diperbarui: 24 Februari 2023   22:57 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pers Mahasiswa Universitas Siliwangi Tahun 2019) Sumber: Dokumentasi Pribadi

Perkembangan media massa tidak bisa dihindari oleh seluruh lapisan masyarakat. Bisa dipastikan bahwa media massa bersentuhan langsung sehingga memberikan pengaruh pada kehidupan masyarakat. Media mengalami beberapa perubahan bahkan metamorfosis. Bermula dari surat kabar, radio, televisi dan kini internet. 

Media cetak mulai meredup dan nyaris tak ada peminatnya. Dapat dilihat dari minatnya generasi muda untuk membaca koran. Generasi muda berpresepsi bahwa koran hanya pantas dikonsumsi oleh golongan tua. Itu sangatlah tidak benar. Dengan adanya internet, generasi muda lebih memilih dan terpincut oleh kehadiran berita-berita di media online. Padahal jika kita melihat dari sisi akurasi, hoax banyak tersebar di media online.

Sejak munculnya internet beserta kemudahan untuk mengaksesnya, internet menjadi arus informasi yang mudah dijamah pada kehidupan sehari-hari. Kemunculan media berbasis internet semakin mempertajam informasi. 

Kelebihan dari internet adalah adanya jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Line dan sosial media lainnya yang semakin mempercepat arus informasi. Kehadiran sosial media membantu jurnalisme online masuk dengan mudah ke semua kalangan. Karena jaman sekarang dianggap kampungan jika tidak mempunyai akun sosial media. 

Perusahaan media cetakpun tak mau perusahannya gulung tikar. Mereka berusaha untuk menyesuaikan dengan kemajuan teknologi. Hampir semua perusahaan media cetak memiliki media online dalam bentuk website, media sosial bahkan live streaming.

Beberapa karakteristik media/jurnalisme online dalam buku Mitos Jurnalisme (Iskandar&Lestari, 2016: 29-30), antara lain:

  • Unlimited Space. Jurnalistik online memungkinkan halaman tak terbatas. Ruang bukan masalah. Artikel dan berita bisa sepanjang dan selengkap mungkin, tanpa batas.
  • Audience Control. Jurnalistik online memungkinkan pembaca lebih leluasa memilih berita/informasi.
  • Non-Lienarity. Dalam jurnalistik online masing-masing berita berdiri sendiri, sehingga pembaca  tidak harus membaca secara berurutan.
  • Storage and Retrieval. Jurnalistik online memungkinkan berita "abadi", tersimpan, dan bisa diakses kembali dengan mudah kapan dan di mana saja.
  • Immediacy. Jurnalistik online menjadikan informasi bisa disampaikan secara sangat cepat dan langsung.
  • Multimedia Capability. Jurnalistik online memungkinkan sajian berita berupa teks, suara, gambar, video, dan komponen lainnya sekaligus.
  • Interactivity. Jurnalistik online memungkinkan interaksi langsung antara redaksi dengan pembaca, seperti melalui kolom komentar dan social media sharing.

Melihat dari karakteristik jurnalisme online, media online dituntut untuk secara up to date menyebarkan informasi kepada publik. Jurnalis akan tertekan waktu namun harus pandai bekerja efisien sehingga mencapai waktu sasaran. 

Bergegas menuju deadline dengan segudang tekanan lainnya, baik dari pihak internal atau bahkan eksternal.  Namun perlu untuk digaris bawahi bahwa berita bukan hanya sekadar rangkaian fakta yang disusun pada sebuah kalimat dalam bentuk paragraf. Bukan pula hanya sekadar tayangan atau siaran dalam bentuk audio visual. 

Berita adalah buah pikir dan sikap dari penulisnya, editor, kameraman, redaktur dan tajuk rencana serta segenap tim redaksi. Hal ini jelas bersinggungan dengan tuntutan jurnalisme online yang harus memberitakan dengan cepat. Keakuratan dari berita dalam media online kerap dipertanyakan publik. Alih-alih saat ini perbincangan berita dan isu hoax terus menghantui publik yang memberi pandangan negatif kepada jurnalisme online.

Survei yang dilakukan oleh Dewan Pers di tahun 2011 membuktikan bahwa jurnalis pada era sekarang tidak paham betul tupoksinya. Bahkan tidak mengerti teori serta peraturan profesi yang digelutinya. Dewan Pers melakukan survei literasi wartawan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Survei yang melibatkan 1.200 responden dari berbagai media di 33 provinsi Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun