Suatu siang yang terik ba'da zuhur, bersama seorang kakak kelas yang tinggal satu kamar di sebuah asrama putri, kami berdua keluar untuk membeli sebungkus makan siang.
Berjalan kaki menuju warung terdekat, kami ngobrol ringan tentang kegiatan kampus di pagi hari.
Si Kakak Kelas --sebut saja namanya Surti-- sebenarnya  cukup pendiam, lebih banyak saya yang memancing obrolan. Berbeda halnya dengan sang Adik -- sekamar dengan kami juga-- yang justru lebih banyak celoteh ketika bercengkrama.
Sampailah kami di warung sederhana, menyediakan hidangan dengan harga anak kost. Pilih punya pilih, pemilik warung membungkus pesanan, saatnya kami membayar.
Saat Surti mengeluarkan uangnya, terlihat lembaran seribuan.Â
"Wah, uangmu mirip banget dengan duitku, Sur," celotehku menggoda.
"Eh, sori ya! ini bener-bener uangku, bukan duitmu! Aku gak pernah nyolong! Enak aja!" Ketus tanggapan Surti.
Aku kaget, niatku bercanda, ditanggapi kesal olehnya.
"Lah, ngono wae nesu, Sur!"
"Gimana gak nesu, wong omonganmu ngawur gitu!" Surti sangat kesal. Wajahnya mbesengut, bibirnya ngriput.