Mohon tunggu...
Siswanto Danu Mulyono
Siswanto Danu Mulyono Mohon Tunggu... profesional -

Usia sudah setengah abad. Semua orang akan mati, tapi tulisannya tidak. Saya Arsitek "freelance" lulusan Unpar-Bandung. Sambil bekerja saya meluangkan waktu untuk menulis karena dorongan dari dalam diri sendiri dan semoga berguna untuk siapapun yang membacanya. Sedang menulis buku serial fiksi "Planet Smarta" untuk menampung idealisme, kekaguman saya terhadap banyak hal dalam hidup ini, bayangan-bayangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di depan sana yang menarik kuat-kuat pikiran saya untuk mereka-rekanya sampai jauh dan menuangkan semuanya dengan daya khayal saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stephen Hawking dan Kisah Penciptaan Bumi

19 September 2010   21:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:07 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernyataan Hawking bahwa Bumi tercipta tanpa campur tangan Tuhan (salah satunya bisa dibaca disini: http://www.antaranews.com/berita/1283419789/hawking-alam-semesta-tercipta-karena-hukum-gravitasi) mestinya disikapi biasa saja. Dalam dunia ilmu pengetahuan, sejauh manusia bisa menjelaskan berbagai peristiwa dengan nalarnya, tidaklah perlu buru-buru dihentikan dengan dogma "segalanya ciptaan Tuhan". Biarkan saja para ilmuwan memiliki kreatifitas berpikir bebas seluas-luasnya dan tidak perlu kawatir mereka bisa menggoncangkan iman segala. Bukankah dunia para ilmuwan itu cuma sebatas materi alamiah saja? Sejauh-jauhnya mereka bereksperimen dan berpikir, yang diutak-atik ya sebatas urusan fisik dan tidak bisa memasuki wilayah roh. Ketika para pakar ilmuwan ditanya: "Darimana datangnya hidup?" maka tak ada satupun yang bisa menjelaskan dengan dalil-dalil ilmiahnya, semuanya "blank". Memang betul beberapa akibat penemuan mereka punya pengaruh besar dalam kehidupan umat manusia, tetapi profesi lainnyapun bisa mempengaruhi jalannya kehidupan, tidak perlu harus seorang ilmuwan, masing-masing punya peranan sendiri-sendiri.

Maka kalau sampai terjadi pernyataan seorang ilmuwan bisa membuat goncang iman, itu yang salah ya orang-orang yang goncang imannya itu sendiri, bukan ilmuwannya. Tidak perlulah seorang rohaniwan, misalnya, berang dengan pernyataan seorang ilmuwan atau melihat akibat suatu riset ilmiah, santai aja napa?" Apakah kita sudah merasa seseorang kurang ajar terhadap Tuhan? Jadi tujuan keberatan kita itu karena mau membela Tuhan? Bukannya kita yang harus dikasihani karena segala keterbatasan kita? Berapa banyak salah kaprah yang muncul akibat manusia merasa bisa membela Tuhan? Coba saja tengok sekeliling kita bagaimana orang-orang yang mengaku taat beragama saling kepruk dan tusuk karena katanya mau membela Tuhan? entah Tuhan yang mana pula. Sambil santai, boleh baca cerita kocak yang relevan dengan masalah ini di link saya: http://filsafat.kompasiana.com/2009/12/25/khotbah-natal-yang-kreatif/

Setelah Bumi dan seisinya eksis selama jutaan tahun, sampai hari ini manusia, termasuk para pakar ilmuwan yang paling jenius sekalipun, masih berpikir "mundur" dalam arti kata: "manusia melihat akibat dahulu baru kemudian meraba-raba dan meneliti apa sebabnya". Sejarah ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan alam, semuanya lahir dari prinsip "berpikir mundur" seperti itu. Dari cara berpikir seperti itu lahir berbagai pengetahuan mulai tingkat hipotesa awal sampai yang sudah teruji kebenarannya secara mantap dan dibakukan dalam dalil-dalil. Tentu saja yang bisa diraih umat manusia dengan cara berpikir mundur seperti itu masih amat kecil dibandingkan dengan Sumber Ilmu Pengetahuan Utama yang berpikir sebaliknya, yaitu:"Tahu sebabnya maka Ia bisa segera menciptakan bermacam-macam akibat". Manusia membutuhkan waktu sangat lama untuk mengetahui sebuah sebab, sedangkan Dia yang mengetahui sebabnya bisa menciptakan jutaan akibat dalam sekejap saja dalam bentuk bermacam-macam keajaiban yang tak tertampung oleh otak seluruh umat manusia. Jadi apa artinya "ilmu mundur" seorang Hawking? Tentu saja kecil artinya, sungguh!

Urusan besar umat manusia sebenarnya adalah: "Kapan manusia bisa berpikir tidak terbalik? Artinya: manusia tahu sebab utama dan akhirnya bisa menjelaskan dan merekayasa berbagai persoalan besar di alam ini dengan akurat, sangat cepat dan memiliki tingkat kebenaran yang sangat tinggi?" Sejauh ini, manusia bisa berpikir seperti itu dari hasil ilmu yang sudah dibakukan atau sudah teruji kebenarannya yang sebenarnya didapatnya dari "cara berpikir mundur" lebih dahulu tadi. Dengan kata lain, manusia sebenarnya belum sampai pada tahap intinya, ia baru mencapai tingkat sepotong-sepotong yang bisa dikumpulkannya dari hasil mengais-ngais dari sebuah fenomena maha besar yang yang tak berujung. Mungkinkah manusia akan sampai pada intinya? Mungkinkah manusia menjangkau sebab utama dan akhirnya menjadi mahluk yang luar biasa hebatnya karena tahu sebab utama dan bisa menciptakan berbagai akibat yang maha dahsyat? Anda mungkin akan buru-buru menjawab: "Nonsen! Tidak mungkin! Atau bahkan tak akan pernah terjadi! karena itu wilayah Tuhan" Tetapi saya justru yakin bahwa masa itu akan benar-benar datang. Saya menjadi lebih yakin lagi karena ternyata Kitab Sucipun jauh-jauh hari sudah mengabarkan akan datangnya suatu masa cemerlang tersebut yang sudah saya lihat dalam alam pikiran saya dalam beberapa tahun belakangan ini. Saya akan mencoba memberi gambaran sedikit di bawah ini sehingga anda bisa ikut melihat bersama saya.

Seluruh persoalan alam ini intinya adalah zat atau materi. Tetapi apakah sebenarnya zat atau materi itu? Para ilmuwan menguber terus jawabannya dan akhirnya merasa menemukan inti materi atau nucleus yang didalamnya ada proton, neutron, dsb dengan ukuran amat sangat kecil dan memiliki sifat-sifat yang menakjubkan. Tetapi jangan lupa, bahwa sejauh ini yang terdeteksi adalah fisik materi yang bisa dilihat oleh mata dengan bantuan mikroskop. Dari penemuan-penemuan itu, ilmu pengetahuan berkembang pesat. Tetapi benarkah sejauh ini manusia telah mengerti apa itu materi? Menurut saya ternyata tidak seperti itu. Yang disaksikan manusia selama ini adalah fisik dari materi dan belum mencapai kebenaran yang paling substansial. Manusia belum mencapai sebab utama dan masih melihat sebatas akibat yang ada yang bisa dijangkau oleh alat-alat ciptaannya; ia sebenarnya belum mengerti apa itu materi sesungguhnya. Sekarang cobalah perhatikan kedua "foto aura kentang" di bawah ini:

Dari foto "aura" di atas, kita bisa melihat suatu pemandangan dahsyat yang mengabarkan banyak cerita, bahwa ternyata semua zat/materi itu memancarkan "sesuatu" yang amat sangat istimewa. Semakin tinggi "tingkatan" suatu benda, ia memancarkan cahaya yang makin kompleks dan ruwet di sekitar dirinya. Karena belum lengkapnya penelitian tentang cahaya tersebut, saya memberinya istilah tersendiri dengan sebutan "esensi", karena saya yakin bahwa itulah sebenarnya "inti" dari materi. Tubuh manusia memancarkan esensi yang luar biasa ruwetnya, yang sebenarnya merupakan gabungan dari banyak esensi yang dikandung dalam jutaan zat dalam diri manusia.

Apakah esensi itu tak memiliki makna apa-apa? Biarpun saya belum bisa membuktikannya dan mungkin ratusan tahun ke depan juga belum akan terkuakan, tetapi saya memiliki keyakinan amat kuat sbb:

Esensi itulah sebenarnya identitas dari materi yang bersangkutan, artinya: benda itu menceritakan dirinya sendiri melalui pancaran esensinya. Dan seperti anda lihat dalam foto di atas, bahwa esensi benda itu juga bisa berubah atau bereaksi dengan esensi lainnya: kentang mentah berubah esensinya ketika bereaksi dengan esensi panas dari minyak goreng. Terlihat dalam foto di atas bahwa esensi dari kentang segar lebih kuat daripada esensi dari kentang yang sudah digoreng, dan itu bisa saja menjelaskan mengapa perut anda bisa sakit kalau makan kentang mentah, karena esensinya mengganggu kinerja otot perut anda.

Pertanyaan yang sangat penting adalah: "Di alam ini, manakah yang lebih dahulu ada: zat/materinya atau esensinya?" Manusia sudah terlanjur percaya pada matanya sendiri. Maka selama ini ia percaya bahwa materi itu hadir begitu saja dan bahkan merupakan sesuatu yang bersifat final atau sebuah kebenaran akhir yang harus diterima, meskipun sebenarnya ia juga melihat bahwa materi bisa musnah dan lenyap tanpa bekas. Ia tidak tahu dan mungkin tidak pernah menyadari, bahwa fakta besarnya adalah: esensi materi itu sudah diciptakan dari awal dan tidak pernah musnah sampai pada hari ini. Dengan kata lain: saya percaya, bahwa sesungguhnya yang ada lebih dahulu adalah esensi materi yang tak terlihat dan bukan materi yang terlihat. Setiap saat tercipta jutaan materi di alam ini dari hasil reaksi berbagai esensi materi yang tak terlihat mata itu. Dalam titik tertentu, esensi materi mengkristal dan menjadi materi yang bisa dilihat oleh mata manusia. Dan setiap saat pula jutaan materi musnah dan melebur kembali menjadi esensi materi. Jadi kisah penciptaan itu tidak berhenti sampai pada hari ini saja; ia sudah diawali dan tidak pernah berakhir sampai kapanpun juga. Pengetahuan tentang esensi itulah yang kelak akan menjawab banyak persoalan besar di jagad manusia; ia juga akan melahirkan evolusi dan sekaligus revolusi besar-besaran peradaban manusia di atas Bumi.

Seperti yang saya katakan di atas, bahwa esensi itulah sebenarnya identitas asli masing-masing zat. Kalau dalam ilmu kimia ada unsur-unsur kimia yang sekarang ini sudah kita kenal, maka saya percaya kelak manusia akan mengenal lebih banyak lagi unsur-unsur zat berdasarkan esensi yang dipancarkan oleh zat tersebut. Bahkan manusia bukan hanya akan mengenal unsur materi, tetapi juga akan mengenal lebih spesifik lagi unsur listrik, medan magnit, macam-macam gaya, macam-macam sinar, dsb-dsb berdasarkan pancaran esensinya yang ditemukan tersebar luas di seluruh jagad raya. Manusia juga akan menyaksikan pemandangan menakjubkan dari "teropong esensi" atau "monitor esensi" yang ditemukannya dan semakin canggih akurasinya dari hari ke hari. Dari situ ia akan terperangah menyaksikan bagaimana sesuatu tercipta atau terjadi dari reaksi berbagai esensi materi di alam. Ilmu pengetahuan akan berkembang pesat dan dahsyat.

Bagaimana kira-kira manusia akan mulai mengenal esensi materi nantinya?  Saya menduga bahwa manusia akan mulai mengenal bahasa esensi materi dari warna yang dipancarkannya yang akan terdeteksi oleh komputer yang semakin canggih. Sebagai gambaran, mungkin anda sudah tidak asing dengan istilah "Anak Indigo". Kata "Indigo" itu sebenarnya berasal dari warna pancaran aura (indigo = ungu jingga) yang banyak melingkupi tubuh anak tersebut. Jadi setiap inti materi kelak akan diwakili oleh kode suatu warna. Dan ilmu baru ini nantinya akan jauh lebih kompleks dari ilmu kimia, fisika, mekanika, kedokteran, obat-obatan, dll-dll yang sekarang ada. Kamusnya jauh lebih tebal lagi dan membutuhkan penelitian selama puluhan sampai ratusan tahun. Akibat yang ditimbulkannyapun akan sangat dahsyat. Karena masa itu masih lama, maka saya juga tak akan mengalaminya. Tetapi saya cukup bahagia sudah bisa melihatnya sekarang dalam alam pikiran saya, dan semua itu sangat mendekatkan saya kepada Sang Pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun