Dosa perdana di dunia ini adalah ketika hajat pribadi ditolak atau merasa tertolak. Maka ia melakukan pembunuhan. Kisah inilah yang dijelaskan dalam kitab suci agama besar, dari kisah putra Adam dan istrinya.
Apa motif yang melatarbelakangi pembunuhan itu? Para ahli menjawab pembunuhan terjadi karena: motif  butuh pasangan, motif agama, dan motif pekerjaan atau ekonomi?
Ayo sedikit merenungi diri. Pernahkah ingin sesuatu, katakanlah sebagai remaja yang mulai tertarik pada lawan jenis? Bagaimana perasaan kita saat "perasaan cinta" diterima oleh si dia? Mungkin, inilah yang disenandungkan dengan syair-lagu, "dunia terasa milik berdua?"Â
Lalu, sebaliknya, bagaimana perasaan cinta bila ditolak si dia? Bukankah goncangan psikologisnya mendekati kiamat.Â
Setidaknya, kiamat pribadi yang bersifat gempa perasaan yang menyemburkan rasa kegelisahan yang mendekati kebencian berbaur kedengkian didorong bara api kecemburuaan untuk memiliki sesuatu. Namun, masih ditolak atau tertolak? Akan menjelma menjadi neraka kebencian, bukan?
Kalaulah kita tak mampu mengelola diri dengan kondisi hajat demikian, justru menjurus jahat? Maka berdasarkan refleksi diri dan observasi kecil-kecilan di sekolah, saya menyimpulkan dan menemukan kesulitan dalam mengelola hajat tanpa jahat.
Sebutlah contoh anak SD, SMP, hingga SMA, beberapa di antaranya memenuhi hajat pribadi secara terhormat. Misalnya, ia ingin belajar dengan tenang, ia menyampaikan pendapat dan pertanyaannya secara tegas hanya menyampaikan gagasannya.Â
Namun, kawan sebelah kadang memotong pembicaraannya, dengan penilaian sinis: jangan sok pintar! Jangan berlagak cerdas! Jangan cari perhatian? Bahkan ada yang komentar, hei bodoh! hei banci, hei tomboy!
Pada situasi demikian dalam kelas sarkasme bahkan bullyan, kadang pelaku dan korban hanya memiliki dua opsi: pelaku atau korban. Bertempur atau kabur strategi yang bersifat hewaniah.
Pelaku, biasanya itulah orang yang ingin memenuhi hajat dengan kasar, arogan, agresor, dan pelaku kejahatan. Sedangkan sebaliknya, korban, itulah dia orang yang secara pasif menempatkan diri pada ketidakberdayaan atas perlakuan orang. Bisa disebut, sebagai orang yang kelihatan lemah, daif, dan meskipun kadang terkesan dia orang baik tapi sedikit agak lemah untuk menegaskan dirinya terhormat.
Bayangkan si agresor ketemu si takabur. Hasilnya, berantam, berkelahi? Namun, kalau salah satu sombong versus minder. Si angkuh pelaku, sementara itu si minder jadi korban.