Tsunami yang terjadi di Aceh 26 Desember 2004 masih dikenang. Kini, Minggu, 23 Desember 2018, Tsunami menghantam Banten yang menewaskan puluhan orang dan menghancurkan berbagai bangunan. Tsunami Desember itu, seakan berulang ataukah kebetulan saja?
Tsunami sebagai bencana menyisakan kesedihan buat kita. Bagaimana misalnya, orangtua berpisah selamanya dengan anaknya. Atau seorang anak ditinggalkan oleh orangtuanya. Anak menjadi yatim atau bahkan piatu, sekaligus. Termasuk rumah, mobil, harta, dan fasilitas umum lainnya yang dibangun puluhan tahun, seketika hancur?
Pemerintah berupaya membuat alarm atau peringatan dini Tsunami untuk mengantisipasi agar masyarakat selalu waspada berhadapan dengan alam. Meskipun demikian, sebagian orang agak sinis, konon katanya peringatan dini Tsunami di beberapa daerah tanpa perawatan?
Para petugas bencana dan relawan berusaha menangani, membantu, dan mencari para korban bencana. Siapapun yang terlibat ingin menunjukkan empati terhadap korban dan keluarganya.
Para ahli ilmu gempa dan Tsunami membuat semacam riset atau penanggulangan yang lebih preventif. Kadang, sebagian komentar mereka meyakinkan kita Tsunami bakal sudah diprediksi. Namun, sebagian oknum dengan gestur yang kurang simpati terkait dengan kabar berita korban.
Para agamawan menganjurkan manusia atau kita lebin insaf diri atas bencana itu. Doa, sikap dermawan, dan saling membantu dapat meringankan beban psikologis yang kena musibah. Ada hikmah di balik setiap musibah atau bencana, begitulah nasihat yang lazim kita dengar.
Dan banyak ahli pikir atau pengamat lain yang membuat ulasan atau komentar sesuai dengan kapasitas mereka. Termasuk warganet mengupload gambar atau videologi yang mereka temukan ke publik.
Hukum Alam
Satu tanda masyarakat modern atau ilmiah ketika alam atau bencana dapat ditundukkan atau dikelola manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, dalam masyarakat tradisional, alamlah yang mengendalikan manusia. Sebab itu kata ilmuwan sekuler, dulu manusia beradat dengan berbagai upacara untuk berkawan dengan alam, seperti sesajen. Kini, media sesajen bersifat teknologi sebagai produk hasil ilmu pengetahuan matematis, alam, dan ilmu sosial.
Artinya, sebagai masyarakat Indonesia yang berilmu pengetahuan sekaligus beragama, kita dapat memadukan penanganan bencana dengan ilmu pengetahuan, akal sehat, eksprimental sains, serta agama.Â
Kata dosen saya pak Prof Drs KH Yudian Wahyudi, MA, Ph.D pelanggaran terhadap hukum alam atau perusakan lingkungan, taubatnya bersifat alamiah, yakni jika hutan digunduli berarti perlu segera direboisasi atau dikonservasi  sebagai upaya maksimal kemanusiaan sekaligus dengan rasa tawaduk, tawakal, serta istigfar kepapad Tuhan.Â