Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alasan Tiada Maaf (ATM) Bagimu?

13 Juni 2018   13:30 Diperbarui: 13 Juni 2018   13:28 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ilustrasi by Kaya Oakes

Kalaulah orang lain yang jauh dari kita membuat luka hati, rasanya hal itu lumrah dilupakan. Namun, agak berbeda jika yang melukai perasaan itu adalah orang terdekat, pasangan misalnya. Rasanya, agak sedikit sulit untuk memaafkan. Sebab dialah dulu yang menempati hati kita, saat ini dia jugalah yang mengkhianati kita. Dia yang berjanji bahkan sumpah setia, kini dia pulalah yang mengingkari atau memungkirinya. 

Meskipun ada banyak alasan pembenaran untuk tidak memaafkan, menolak atau menahan maaf menjadi tanda kelemahan seorang. Alih-alih merasa menolak maaf sebagai tanda kekuatan. Sebenarnya, dengan menolak maaf menunjukkan keterbatasan seorang yang cukup kentara. Jelas saja perlakuan buruk seorang pada kita dapat sedikit membekas. Tapi sesungguhnya kita sendirilah yang mengizinkan luka itu semakin mendalam -dengan mengungkit seakan kita korban pengkhianatan atau bahkan konspirasi orang-orang terdekat. 

Lalu, kita memanipulasi data, fakta, dan pemaknaan seolah kitalah korban, sedangkan pelaku betul bejat. Padahal, yang namanya manusia biasa berharap berlaku baik, kadang terjerumus juga pada perilaku yang tidak diharapkan. 

Jika kita merenungi atau membaca diri sendiri, beberapa alasan tiada maaf (ATM) terjadi disebabkan:

1. Kita tak menyangka sebelumnya. Banyak orang ngomong, "tak kusangka dia berbuat demikian" maka karena pandangan ini kita tak mungkin dapat memaafkannya sebagai akibat cara pandang kita yang berlebihan kepadanya sebelumnya. Padahal, namanya manusia tetap bersifat dualitas: ada potensi baik dan buruknya, sekaligus. Secara fitri dan alamiah, manusia tetaplah manusia. Oleh karena itu, kita perlu memandang manusia secara lebih manusiawi daripada malaikati atau bukan pula iblisisme atau setanisme.

2. Kita menunda maaf dengan harapan si dialah yang lebih dulu mengulurkan maaf. Logika demikian bersemayan di pikiran dan terus dipelihara, dengan banyak pendaian, andaikan ia datang ke saya, saya dapat segera memaafkannya. Orang yang kita tunggu datang mengulurkan jabatan maaf kadang memikirkan hal yang sama.

Penundaan maaf dapat menambahi luka bathin lebih dalam. Jika hari ini Anda atau kita dapat bertemu atau bahkan bertamu kepada orang yang menggoresi sedikit rasa Anda, silakan rasakan tambah bahagia dengan memulai lebih awal memberi maaf kepadanya. Soal, siapakah yang benar terkait dengan kejadian yang membuat hubungan retak. Tak begitu banyak memberi manfaat pribadi, hubungan, dan sosial. Untuk itu, mari ulurkan tangan segera memulai pemaafan dibanding penundaan.

3. Kita memaafkan berarti tanda kelemahan. Pikiran atau perasaan demikian menyelimuti orang yang enggan meminta atau menerima maaf. Kita beranggapan bahwa dengan memaafkan orang lain menunjukkan kelemahan si pemaaf. Padahal justru yang sebaliknya yang betul, memaafkan adalah sebuah kekuatan, sedangkan dengan ATM menandakan kelemahan.

Itulah beberapa alasan atau dalih yang membuat rekening ATM maaf defisit. Agar rekening bank emosi maaf berlipat ganda, mungkin tiga hal berikut dapat dipertimbangkan:

1. Kita dapat menyelami perlakuan orang lain dari sudut pandang pelaku. Kita dapat berkomunikasi atau bermediasi terkait dengan cara pandang orang lain melakukan hal itu. Jika, kita dapat secara empatik menggunakan kerangka pikir/rasa orang lain dalam bertindak, mungkin itu justru dapat menjadi pelajaran penting dalam kehidupan kita. Kita tak harus menyetujui perilaku seorang itu, tapi kita dapat memaklumi kerangka pandang seorang yang berbeda dengan kita.

2. Membalik logika atau menentang perasaan kita sendiri. Jika muncul alasan untuk menguatkan ATM dapat dikontrakan dengan jalan pikiran sebaliknya, cari alasan penguatan untuk segera memaafkan pelaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun