Mohon tunggu...
Fachrur Rozi Nasution
Fachrur Rozi Nasution Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

>> Saya hanya lah kumpulan Hari - hari yang sesungguhnya jika hari berkurang maka berkurang juga umur saya. >> Saya sering menghabiskan waktu di depan layar laptop berjam-jam untuk online dan atau membaca ebook. >> Founder & CEO https://tokoandalan.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aktivis HMI Komisariat UIN Malang Jadi Rektor, Akan Bisa Serevolusioner Prof. Dr. H. Imam Suprayogo (?)

24 Mei 2014   13:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:10 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14009180831342947815

Salam Kompasiana

“Jika kau tidak bisa.mengalahkan musuhmu sendirian, jadikan ia sekutu saja. Namun jika kau bersikeras ingin mengalahkannya agar berkuasa, gunakan orang lain yang lebih banyak dan mudah disuap”.(Adie Sachs/kompasianer)

Adakah upaya memaksimalkan isu korupsi yang telah menyeret eks Rektor UIN MALIKI Malang, menjadi alat penjegal menuju Word Class University (WCU) yang menjadi cita-cita/impian jangka panjang keluarga besar PT UIN MALIKI Malang oleh kalangan tertentu? Kasus tersebutyang kini terus bergulir dan membawa nama eks Rektor UIN MALIKI Malang Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo untuk disingkirkan demi kepentingan yaitu melunturkan nama baik bapak revolusioner lembaga pendidikan UIN MALIKI Malang, nama baik dosen-dosen yang sudah sangat berjasa dalam pembangunan lembaga perguruan tinggi itu, atau bahkan lebih menakutkan lagi adalah untuk menghacurkan nama baik Lembaga Perguruan tinggi islam itu? Sebagaimana penulis publish sebelumnya bahwa Prof. Dr. H. Imam Suprayogo dijadikan tersangka atas pembebasan tanah untuk pembangunan Kampus II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Sebagai Rektor kala itu, Prof. Dr. H. Imam Suprayogo tentu mengetahui kebijakan yang dibuatnya, tapi kalau ada yang melakukan penyimpangan pada kebijakannya, seperti yang diisukan sekarang ini belum tentulah beliau mengetahuinya. Namun karena beliau sebagai rektor, penanggung jawab dalam lembaga PT. UIN MALIKI Malang secara umum, maka ditetapkanlah beliau sebagai tersangka oleh kejaksaan tinggi Kota Malang.

Kiprah perjuangan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo saat menjadi rektor selama 16 tahun untuk memajukan UIN MALIKI Malang sudah tidak diragukan lagi. Pada umumnya masyarakat akan memberikan testimoni positif kepada beliau. Terhadap kampus yang dulunya tidak diperhitungkan di Malang itu, menjadi kampus yang banyak diminati calon mahasiswa. Paradigma tentang mahasiswanya yang sebelumnya merasa malu diketahui teman-temannya bahwa perguruan tinggi tempat dia kuliah adalah STAIN (Sebelum berubah nama menjadi UIN MALIKI) sekarang ini berhasil diubah oleh Prof. Dr. H. Imam suprayogo menjadi mahasiswa yang merasa bangga telah diterima dan kuliah di UIN MALIKI Malang. Bangunan kampus yang dulunya dikatakan masyarakat lebih bagus dari SD Inpress, sekarang bangunannya berdiri dengan megahnya.

Meskipun sedemikian berhasilnya Prof. Dr. H. Imam suprayogo untuk turut andil menjadikan UIN MALIKI Malang menjadi kampus PTAIN no 1 Se Indonesia. BLU Terbaik untuk PT se Indonesia, 33% Program Studi terakreditasi A, Webometric di level 23 Indonesia, pembelajaran bahasa Arab terbaik di Indonesia, pengelolaan ma’had terbaik di Indonesia, sistem quality terbaik di PTAIN, mahasiswa asing terbanyak di PTAIN, dan berbagai prestasi lainnya yang membanggakan tidak serta merta membuatnya lupa daratan dan membagakan diri. Tidak pula beliau hidup dengan bergelimang harta. Tidak pula beliau membedakan status derajatnya dengan masyarakat yang lain. Melainkan beliau tetap hidup sederhana.

Tunjangannya selama menjadi rektor selalu disumbangkan kelembaga sosial El-Zawa yang ada di UIN MALIKI Malang. Alasan beliau menyumbangkan seluruh tunjangan rektor kelembaga social itu cukup sederhana. Bahwa Prof. Dr. H. Imam Suprayogo ingin mendidik dan berdakwah dengan lisan dan perbuatan.

Seyogyanya kemajuan UIN MALIKI Malang yang pernah dibawah kepemimpinan beliau (Sejak tahun 2013 pucuk kepemimpinan UIN MALIKI Malang sudah digantikan oleh Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo. M.Si), sebagai orang yang telah berhasil mengubah paradigma masyarakat tentang kampus Islam yang selalu dikesankan sebagai kampus kumuh, jelek, tidak maju, tempat kuliahnya orang-orang yang sudah tidak diterima di PT lain (Mahasiswa buangan), tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai patutlah kiranya membanggakan diri. Kenyataannya, Prof. Dr. H. Imam Suprayogo tetap hidup sederhana dan tidak terlena akan prestasi tersebut.

Kesederhanaan beliau sungguh luar biasa. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo sekalipun menjabat sebagai rektor hanya mempunyai sepasang sepatu. Hal ini beliau lakukan karena tidak ingin bermewah-mewah dalam urusan dunia. Jadi, kemana pun beliau pergi sepatu yang sepasang itu teruslah yang dipakainya untuk menunaikan kewajiban disetiap harinya. Janganlah anda bertanya berapa jumlah mobil pribadinya? Karena 1 unit mobilpun beliau tidak punya. Meskipun demikian, seolah beliau tidak pernah mempunyai kendala sedikitpun untuk bepergian kemana-mana saat ada kewajiban yang harus ditunaikan. Ada saja cara Allah mempermudah beliau dalam menunaikan kewajibannya.

Maka dari itu, saat kejaksaan kota Malang menjadikan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo tersangka kasus pembebasan tanah yang diperuntukkan buat pembangunan Kampus II UIN MALIKI Malang, warga Indonesia yang telah mengenal beliau terkejut, lebih khususnya warga kampus UIN MALIKI Malang.

Pada umunya, orang-orang yang telah mengenal Prof. Dr. H. Imam Suprayogo sulit untuk menerima sangkaan yang dialamatkan kepada beliau. Tindakan Korupsi yang menurut Transparency International: “korupsi adalah perilaku pejabat publik, maupun politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka” tidaklah mungkin pernah dilakukan oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Artinya Secara de facto tidak ada korupsi yang dilakukan oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, namun secara de jure yang jika pengertian korupsi menurut KPK (2009), sebagaimana dijelaskan dalam 13 (tiga belas) pasal Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001 bisa jadi ada. Dan atas dasar undang-undang itu juga mungkin yang dijadikan Kejaksaan tinggi Kota Malang untuk menjadikan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo sebagai tersangka.

Berangkat dari itulah, banyak masyarakat memberikan dukungan moral kepada Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Bukan hanya warga kampus UIN MALIKI Malang, melainkan masyakat sekitar warga Malang turut andil untuk memberikan dukungan moral dan berdo’a semoga beliau tetap sehat, sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan dan fitnah yang keji ini. Tak ketinggalan juga, golongan para Kiyai hadir memberikan dukungan moril termasuk diantaranya Gus Abdul Wahid, salah satu ulama Singosari dan Ketua PC NU Kota Malang, H Isroqunnajah, Drs. KH. Chamzawi, M.Ag.

Terkait perkara tuduhan yang disangkakan kepada Prof. Dr. H. Imam Suprayogo sendiri bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dituntaskan secepat mungkin. Tidak jarang dalam proses pembebasan lahan untuk berbagai lembaga pemerintah mangkrak hingga 10 tahun .Karena disamping harus berpacu dengan waktu yang di deadline oleh undang-undang, pembelian tanahnya harus pula sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia ini. Belum lagi berbagai kendala dan masalah yang datang dari masyarakat yang harus dibebaskan lahan tanahnya. Karena seakan sudah menjadi rahasia umum bahwa jika ada lembaga pemerintah yang ingin membebaskan lahan tanah masyarakat yang diperuntukkan untuk kepentingan umum. Seolah mengambil kesempatan dalam kesempitan, masyarakatnya itu menaikkan harga lahan mereka saat itu juga dengan sangat tidak wajar.

Jadi, sekelompok aktivis HMI yang tergabung dalam komisariat UIN MALIKI Malang yang mengkritik danmengadukan Prof. Dr. H. Imam suprayogo kekejaksaan kemungkinan besar tidak akan sanggup untuk menunaikan kewajiban itu. Apalagi diamanahi sebagai rektor dan dituntut untuk revolusioner dalam pengembangan lembaga perguruan tinggi itu. Keaktivisan mereka ini juga perlu dipertanyakan. Pasalnya saat senior mereka banyak yang korupsi dan dijadikan tersangka oleh lembaga anti rasuah bernama KPK seperti yang disangkakan kepada Anas Urbaningrum, membuat gerakan untuk mendukung Anas. Chairul memastikan, semua kader HMI solid mendukung Anas. Sebab, Anas adalah bekas ketua umum PB HMI. Saat ini, Anas juga Ketua Presidium KAHMI, yang merupakan organisasi para alumni HMI, sehingga Anas dan HMI punya hubungan emosional yang kuat. Namun begitu, Chairul memastikan, semua dukungan yang diberikan hanya bersifat moril.

Hal ini Seakan-akan pisau bermata dua, sisi satu tajam dan disisi lainnya tumpul dipraktekkan HMI Komisariat UIN MALIKI Malang. Dan apakah aktivis HMI komisariat UIN MALIKI Malang mengetahui “Di Indonesia untuk menjadi pejabat dan politisi biayanya sudah sangat mahal, sehingga mendorong pejabat dan politisi berperilaku korup,” sebagaimana pernyataan politisi dari PDI Perjuangan, Pramono Anung, yang pernah mengatakan, untuk menjadi anggota DPR RI biayanya bisa mencapai Rp. 5 miliar (Antaranews, Jakarta, Minggu, 05 Juni 2011 12:07).Padahal gaji anggota DPR RI itu jika ditotal pertahunnya hanya sekitar 1 milyar, dan inipun sudah menjadi gaji anggota legislative terbesar 4 didunia.

Untuk itu, penulis berharap buat para aktivis Mahasiswa, jadilah Mahasiswa yang Maha, jadilah seorang aktivis yang indevenden yang terbebas dari kepentingan politik praktis. Janganlah seperti Wakil Menteri Hukum dan Ham Denny Indrayana yang saat berada diluar lingkaran Istana mengeluarkan statemen kepublik bahwa “sarang Korupsi di negeri ini ada di Istana” tak lama kemudian setelah beliau berada dilingkaran istana, bungkam seribu bahasa. Karena di sarang Koruptor, Denny nampaknya memperoleh segalanya. Tahta, harta mungkin juga wanita, trio sempurna cita-cita dunia. Alih alih Denny berbicara soal korupsi di Istana, dia tenggelam dalam buaian kenyamanan dan kemakmuran tempat yang dulu pernah dihujatnya itu.

Penutup, meminjam ilustrasi dari tulisan Djoko Susilo (Koran Tempo, 7 Oktober 2011), menceritakan pengalaman Michela Wrong, seorang wartawati Koran Financial Times, yang menulis dalam bukunya “It’s Our Turn to Eat” bagaimana gerakan antikorupsi di sebuah negara Afrika mati suri. Pada mulanya para aktivis itu berjanji akan memberantas korupsi ketika mereka masih dalam posisi sebagai oposisi dan belum punya jabatan. Namun, segera setelah menjabat dan berkuasa, semua janji dan idealisme itu terlupakan. Salah satu penyebabnya adalah ketika setelah berkuasa semuanya hanya berniat berbagi kue kekuasaan dan jabatan. Jadi, penguasa boleh berganti namun korupsi akan jalan terus.

“Sewaktu masih muda dulu, aku berfikir bisa mengubah dunia, tapi ternyata tidak bisa. Seiring bertambahnya umurku, maka aku berfikir akan mengubah Negara ku saja, tapi ternyata tidak mampu juga. Waktukupun terus berjalan, dan aku berpikir untuk mengubah daerahku saja, tapi juga ternyata tidak mampu. Di usiaku yang semakin tua itu, kembali berfikir untuk mengubah keluargaku saja, ternyata lagi-lagi aku tidak mampu untuk mengubahnya. Sekarang diusiaku yang sudah sangat tua ini sadar, kenapa sewaktu muda dulu tidak memulainya dengan mengubah diriku sendiri?”.

Wallahu’alam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun