Mohon tunggu...
ANNA JULIANTO
ANNA JULIANTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa

orang biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Suara Sesuai Kerja

20 April 2019   09:46 Diperbarui: 20 April 2019   10:44 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 ada beberapa fenomena yang unik. Ada caleg perempuan yang tidak memasang spanduk ataupun gambar dirinya di jalan-jalan dan hanya mengandalkan pertemuan dengan warga yang jadi warga binaannya kebetulandia  sebagai relawan sosial dan bukan caleg kaya sehingga suara yang di dapat sangat minim. 

Caleg perempuan ini sebenarnya sudah tahu akan mendapat suara sedikit karena musuh di dalam dapilnya adalah caleg petahana dan caleg baru dengan modal besar serta kader yang jumlahnya banyak. Dan dia jadi caleg juga karena anjuran dari ketua Partai untuk mengisi jatah 30 % caleg perempuan agar memenuhi kuota. 

Jadi banyak kasus caleg perempuan hanya jadi caleg administratif. Tapi ada juga caleg perempuan yang benar-benar mau jadi caleg dan mau berjuang sekuat tenaga untuk menang, dia rela untuk mengunjungi masyarakat dan tidak hanya mengandalkan kadernya saja yang bergerak dan hasilnya juga lumayan. 

Di Pileg 2019 ini juga ada fenomena para caleg yang sangat individualis hanya mementingkan dirinya sendiri jadi perolehan suara di TPS antara DPR dengan DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten berbeda-beda. Ada TPS yang suara  terbanyak untuk caleg DPR RI dimenangkan Nasdem sedangkan di DPRD Provinsi udah beda partai (Maaf: belum dapat data karena sangat bervariatif) dan DPRD kabupaten suara terbanyak dimenangkan oleh caleg Gerindra. 

Hal ini terjadi karena Caleg Nasdem bergerak dan secara intensif menyapa para pemilih tersebut dan juga punya kader di situ sedangkan kenapa caleg DPRD provinsi bisa lebih variatif hal ini karena tidak ada caleg atau kader partai  yang bergerak di wilayah pemilih tersebut, sedangkan kenapa DPRD kabupaten dimenangkan caleg Gerindra karena kebetulan ada caleg Gerindra yang rumahnya dekat dengan wilyah tersebut dan juga para kadernya bergerak mengkampanyekannya. Dan hal itu hanya berlaku untuk satu TPS saja dan di TPS lain sudah beda lagi perolehannya. 

Dari fenomena yang terjadi di Pileg 2019 bisa disimpulkan jika para caleg hanya bergerak satu RT hanya akan dapat dukungan dari warga RT yang dikunjungi itu saja dan sekarang semua caleg harus berjuang sendiri jadi fanatisme partai di tahun ini sangat minim sekali, masyarakat lebih melihat sosoknya dan kedekatannya.

Jadi bukan zamannya lagi para elit anggota DPR hanya mengandalkan ketenaran partai atau ketenaran capresnya karena itu tidak berpengaruh apa-apa. Menurutku efek ekor-ekoran seperti Efek ekor jas (coat-tail effect) yang di dengungkan oleh para pengamat politik itu tidak berlaku di kampung saya bahkan ada TPS yang caleg dari partai pendukung prabowo meraih suara mayoritas tapi di pilpresnya dimenangkan oleh Jokowi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun