Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kalahnya Liverpool adalah Kabar Baik bagi Premier League

2 Maret 2020   17:17 Diperbarui: 3 Maret 2020   11:00 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mohamed Salah tertunduk dalam laga Watford vs Liverpool pada pekan ke-28 Liga Inggris 2019-2020.(Foto: AFP/JULIAN FINNEY via kompas.com)

Liverpool 27 pekan tak tertandingi, namun akhirnya menderita kekalahan pertama musim ini. Watford mempecundangi the Reds 3-0 di Vicarage Road, Sabtu (29/2).

Kekalahan itu jadi kabar buruk bagi Liverpudlian. Tapi jadi kabar baik bagi penggemar rival, haters Liverpool, dan yang lebih khusus Premier League.

Sejak Premier League ditinggal Sir Alex Ferguson tahun 2013, belum ada lagi klub yang benar-benar mendominasi Premier League. Jika sebelumnya Manchester United (MU) yang dilatih Ferguson hampir selalu menjadi juara setiap musim, maka sekarang sulit memprediksi siapa yang akan jadi juara.

Di masa awal Premier League, persaingan juara hanya melibatkan paling banyak dua klub saja. Two horse race jadi penanda persaingan klasik antara MU dengan Arsenal-nya Wenger, maupun MU dengan Chelsea-nya Mourinho.

Premier League era modern lalu menawarkan persaingan lebih ketat. Two horse race berubah menjadi Top Four race. Istilah Top Four mengacu pada empat klub yang punya potensi memenangkan gelar. Beberapa musim terakhir bahkan enam klub juga tidak bisa diremehkan dalam persaingan juara.

Dampak positif kompetitifnya Premier League adalah sebaran penggemar semakin merata. Bagaimana gibol-gibol milenial mulai mengidolakan Man City atau Tottenham Hotspur. Premier League sebagai liga yang disiarkan di 212 negara, sangat memungkinkan pertumbuhan basis penggemar baru di luar Inggris.

Tapi anomali terjadi dalam dua musim terakhir. Musim 2018/2019 Man City dan Liverpool memang hanya dipisahkan satu poin di klasemen akhir, tapi terpisah jauh dari poin klub-klub di bawahnya. Dan musim ini lebih ekstrem. Baru 27 pekan, Liverpool sudah unggul 22 poin dari pesaing terdekatnya.

Sebenarnya musim Premier League yang terlalu dominan bukan pertama kali terjadi. Musim 2003/2004 skuad 'The Invincibles' Arsenal memenangi gelar dengan tidak terkalahkan. 

Musim 1999/2000 MU memenangkan gelar dengan selisih 18 poin dari peringkat ke dua Arsenal. Tapi tidak ada yang menjamin superioritas mereka di musim berikut, karena pesaing utamanya masih kuat.

Sumber: pixabay.com
Sumber: pixabay.com
Berbeda dengan sekarang. Liverpool memimpin saat rival terberatnya Man City mungkin 'sekarat' musim depan akibat sanksi Financial Fair Play. 

Chelsea, Arsenal dan Tottenham masih dalam periode transisi manajer baru. Sedangkan MU masih belum menemukan konsistensi. Praktis hanya Liverpool yang berada dalam kondisi paling stabil. Artinya jika sekarang saja mereka unggul jauh, kemungkinan musim depan juga sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun