"Ada tambahan pesanan buat besok," kataku girang.Â
     "Berapa?" sahut istriku.
     "Sebentar, ta hitung dulu. Tiga puluh, lima puluh lima, delapan puluh, seratus dua puluh lima, dua ratus li..... Wow!" Aku menyebutkan angka terakhir.Â
     "Berapa?" ulang istriku meyakinkan. Setelah menyebutkan angka yg sebelumnya kuucapkan, kami saling berpandangan.
     "Yang bener? Coba hitung lagi," ujarnya seraya meraih HP dari tanganku. Tak berselang lama ia berteriak, "Doa kita terkabul! Puji Tuhan!" Tanpa sadar ia mengguncang-guncangkan tanganku. Ia berhenti dengan sendirinya ketika melihat aku tak bereaksi.Â
     "Kok diam?" tanyanya. Aku tak segera menjawab. Kuambil HP yang diletakkan istriku di meja.
     "Besok artinya kita dapat 2 pesanan. Yang pertama mesti dikirim sebelum jam tujuh karena untuk sarapan. Artinya kita harus nyubuh menyiapkan pesanan. Yang kedua dikirim siang untuk acara keluarga. Kita punya stok siomay berapa?" tanyaku.Â
Istriku melepaskan pegangannya seolah tersadarkan.Â
     "Ayo kita check freezer," ujarnya seraya beranjak menuju ke ruang depan. Namun aku menahannya, "Kita hitung dulu jumlah variannya. Baru kita cek stok."
Jarum jam menunjukkan pukul 9 malam ketika kami selesai membandingkan perhitungan pesanan  dan stok siomay. Ternyata kami masih perlu buat siomay dalam jumlah lumayan banyak.
     "Kita ada persediaan daging berapa?"