"Ya Tuanku mengungkapkan perasaannya," jawab kembaranku.
      "Cukup lama juga, ya. Hebat ya, berani juga dia akhirnya."
      "Mestilah. Apalagi keberaniannya sudah diukur."
      "Maksudnya begini," lanjut kembaranku mendahului aku yang hendak bertanya, "Tuan kita sudah memperhitungkan dan memikirkan masak-masak kemungkinan tanggapan dari si nona itu."
      "Apakah itu sebabnya dia terlihat nyantai dan tidak terbebani. Dua minggu lho harus menunggu. Lumayan lama, kan?"
      Kembaranku mengangguk mengiyakan. Senandung lirih Tuanku sudah berhenti. Tangannya melesak pada saku celana mengambil kunci kamar kost. Dalam dua minggu akan kutahu kemana cerita Tuanku akan melaju. (Cimahi, 11 Juni 2021)