Sebagai tenaga pengajar di sekolah swasta, pada saat pembagian rapot terutama pada akhir tahun ajaran, biasanya ada beberapa orang tua atau wali murid yang membawakan hadiah, baik berupa makanan atau barang, dengan kemasana yang rapih dan indah.
Bagi saya, selama pemberiannya iklas tanpa ada iming-iming, saya menganggapnya sebagai tanda terima kasih orang tua dan murid kepada guru.Dan jika itu berupa benda, maka menjadi kenang-kenangan untuk saya mengingat murid-muridku.
Namun, jauh di lubuk hati saya, hadiah paling berharga adalah doa dan melihat murid-murid saya bertumbuh mencapai mimpi mereka, berkembang sesuai potensi mereka.
Hadiah berikutnya yang juga luar biasa adalah, ketika murid-murid saya lulus dari perguruan tinggi dan memperoleh gelar sarjana. Bahkan ada pula yang melanjutkan ke jenjang magister. Ada beberapa diantara mereka yang datang menemui saya, menceritakan kisah perjuangan mereka selama berkuliah. Terlebih yang menyelesikan kuliah di luar negeri, bukan karena luar negerinya, tetapi suatu pengalaman yang sebenernya ada dalam mimpi saya, dan murid-murid saya dapat mewujudkan itu. Mendengar pengalaman mereka seperti makanan untuk jiwa, dan mengatakan saya untuk terus berada dijalur ini. Menghantarkan mereka mencapai mimpi-mimpi dengan sayap muda mereka yang terentang lebar. Â Cerita pengalaman dari orang pertama memang lebih otentik dibandingkan setelah diceritakan ulang.
Hadiah-hadiah berupa doa dan pengalaman itu jauh lebih berharga dibandingan dengan hadiah berupa benda. Hadiah merupakan bonus lain bagi sang pendidik.Â