Mohon tunggu...
Marulitua Simb
Marulitua Simb Mohon Tunggu... Freelancer - Sayangi Diri Anda

Penjaga Aset Negara, Menolak kebatilan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menilik Sejarah Lahan PT. KAI (Persero)

10 April 2018   08:51 Diperbarui: 10 April 2018   09:09 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejarahkeretaapiindonesia.com/Jayanya Kereta Api dimasa lalu


Beberapa hari yang lalu muncul banyak pemberitaan mengenai warga Kebonharjo Semarang yang meminta kejelasan ganti untung kepada PT. KAI (Persero). Dilansir dari Tribun Jateng, salah satu warga yakni Purmini mengaku sedang gelisah dan panik karena rumah miliknya yang terkena dampak proyek PT. KAI belum jelas proses ganti untungnya. Ia dan warga lainnya mengatakan siap diusir dengan syarat proses ganti untungnya segera terselesaikan.

Rencananya, lahan yang sebagian merupakan rumah dinas PT. KAI (Persero) akan digunakan untuk reaktivasi jalur kereta api menuju pelabuhan Tanjung Emas Semarang berdasarkan kesepakatan bersama antara Kementrian Perhubungan Nomor PJ.20 Tahun 2014 dengan Pemerintah Provinsi Jateng No 07/2014 dan PELINDO Nomor HK.223/III/5/KA-2014. Untuk itu, PT. KAI (Persero) membutuhkan tanah untuk pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Tawang sampai Pelabuhan Tanjung Emas yang melewati tanah kampung Kebonharjo yang saat ini masih menyisakan 59 bidang tanah yang dikuasai oleh warga.

Penertiban lahan Kebonharjo yang dilakukan pada tanggal 16 Mei 2016 lalu telah memenuhi semua prosedur, seperti memberikan undangan sosialisasi kepada warga Kebonharjo yang terdampak proyek reaktivasi jalur kereta api. Dari penertiban tersebut, tim penertiban berhasil membongkar 59 bangunan warga, empat fasilitas umum dan tiga bangunan SHM. Sayangnya hingga saat ini masih ada 56 bangunan SHM yang belum dibongkar serta delapan fasilitas umum.

Pada dasarnya lahan tersebut merupakan lahan milik PT. KAI (Persero) yang ditunjukkan dengan adanya Grondkaart Nomor: W.17286 B/1962, bekas Eigendom Verponding Nomor 69, Metbrief (surat ukur) nomor 867 tanggal 28 Juli 1853 serta menurut akta hak atas tanah nomor 236 tanggal 22 Juni 1864 dengan luas kurang lebih 159.832 meter persegi.

Pada zaman kolonial, tanah tersebut merupakan tanah milik pemerintah yang diberikan kepada NISM dengan Hak Guna Bangunan, kemudian lahan tersebut diperhitungkan dalam ganti rugi tahun 1958. Selanjutnya lahan tersebut diganti rugi pada perjanjian 7 September 1966 antara Sultan Hamengku Buwono IX dengan Perdana Menteri Lunch yang kemudian dijadikan sebagai keputusan Ratu Yuliana pada tahun 1967 dan disahkan sebagai undang-undang bagi hasil pada tahun 1968.

Undang-Undang yang berlaku mulai januari 1969 tersebut memiliki dua poin inti, pertama pemerintah Indonesia membayar ganti rugi nasionalisasi kepada pemerintah Belanda. Poin kedua adalah pemerintah Belanda membentuk suatu konsorsium dimana inti dari konsorsium tersebut adalah pemerintah Belanda menerima uang hasil kpmpensasi dari Indonesia akibat nasionalisasi tahun 1958 sebesar 600 juta Gulden.

Uang muka pembayaran tersebut dicicil selama empat tahun yakni mulai tahun 1969 sampai tahun 1972 dan dilanjutkan denga membayar angsuran selama 30 tahun sehingga angsuran tersebut baru lunas pada tahun 2003. Hal ini menjawab pertanyaan kita mengapa sebelum tahun 2003 PT. KAI (Persero) tidak dapat mensertifikatkan lahan milik mereka.

Dari bukti kepemilikan PT. KAI (Persero) serta penjabaran singkat mengenai sejarah lahan tersebut bisa disimpulkan bahwa lahan itu adalah lahan milik pemerintah yang pengelolaannya diberikan kepada PT. KAI (Persero) sehingga tidak boleh muncul sertifikat diatas lahan tersebut. Selain itu, penertiban lahan tersebut demi kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi maupun untuk keuntungan PT. KAI (Persero) sehingga sudah seharusnya masyarakat mendukung program tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun