Mohon tunggu...
Silfa Fauziah Nurjamil
Silfa Fauziah Nurjamil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Administrasi Publik 2020 UMBandung

Mahasiswa Semester 4

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Parenting yang Berperan Penting untuk Mencegah Stunting

2 Mei 2022   00:23 Diperbarui: 11 Mei 2022   15:04 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Stunting, isu nasional yang sudah mainstream tetapi status kasusnya sendiri selalu berada dalam level genting. Istilah stunting kini tidak lagi identik dengan daerah yang tertinggal atau keluarga yang miskin, karena di daerah yang terdapat fasilitas kesehatan memadai dan akses kesehatan yang mudah dijangkau, serta kondisi finansial keluarga yang termasuk dalam kelas berada pun banyak ditemukan kasus stunting. 

Sekilas, permasalahan stunting terdengar tidak lebih seksi dibandingkan permasalahan korupsi oleh pejabat politik, faktanya, sudah sejak lama pencegahan dan penanganan stunting menjadi prioritas negara. 

Hal ini mengindikasikan bahwa negara juga memandang stunting sebagai permasalahan serius. Jika kita uraikan lebih mendetail, efek dari stunting ini dapat menjadi ancaman besar bagi Indonesia yang notabene masih negara berkembang. Untuk menjadi negara maju, diperlukan generasi yang berkualitas

Meski sudah menjadi pelanggan setia di Indonesia, masyarakat nampaknya masih tidak terlalu akrab atau kurang aware dengan istilah stunting. Padahal kasus stunting sendiri sudah sangat umum terjadi. Memang, stunting ini tidak se-familiar gangguan kesehatan lainnya seperti polio, masyarakat kita lebih mengenal stunting sebagai "kurang gizi", "gizi buruk" atau istilah yang lebih ilmiah yakni "malnutrisi". 

Stunting merupakan gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai (WHO). Stunting lebih dikenali melalui ciri fisik yaitu tubuh yang pendek atau kerdil, biasanya kurang dari 100 cm. 

Tinggi badan tersebut tidak memenuhi standar pertumbuhan sesuai dengan usianya atau standar yang disarankan oleh WHO. Selain tinggi badan, berat badan yang kurang dari 12 kilogram juga merupakan tanda stunting. Stunting merupakan akibat dari kegagalan dalam memanfaatkan momentum periode emas (golden period) pada anak. 

Dalam kehidupan setiap orang, 1000 hari pertamanya merupakan periode emas. Periode ini dihitung sejak janin dalam kandungan, lahir, hingga anak berusia 2 tahun. Selama periode ini, asupan gizi yang optimal harus terpenuhi. Jika anak mengalami kurang gizi selama periode tersebut, maka akan sangat berpengaruh pada kesehatan dan kemampuan kognitifnya hingga ia dewasa. 

Pada tahun 2021, survei yang dihimpun oleh Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2021 menunjukkan presentase stunting di Indonesia saat ini berada pada angka 24,4%, yang berarti stunting terjadi pada 5,33 juta balita. 

Secara global, Indonesia menyandang predikat negara dengan angka stunting anak tertinggi ke-5 di dunia, sedangkan di kawasan ASEAN Indonesia menempati posisi tertinggi ke-2. Loh? Kok bisa rankingnya tinggi seperti itu? Bukan saatnya bertepuk tangan karena itu sama sekali bukan sesuatu yang harus dibanggakan. 

Sebenarnya, terjadi tren penurunan pada kasus stunting sebesar 1,6 persen per tahun dari 27.7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021. Akan tetapi, angka ini masih jauh dari target yaitu kisaran 2-3% per tahunnya. Bahkan, di era kepemimpinan Jokowi ini, target penurunan angka stunting dipatok cukup berani yaitu 14%.

Banyak faktor yang  menyebabkan stunting pada anak, beberapa di antaranya adalah sanitasi yang buruk, infeksi yang berulang, akses terhadap kesehatan dan makanan bergizi yang terbatas, dan minimnya edukasi orangtua khususnya ibu mengenai stunting. Pencegahan dan penanganan stunting ini sangat dipengaruhi oleh peran orangtua, terutama pola asuh (parenting). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun