Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Dokumenter "Semesta", Tema Besar Narasi Kedodoran

31 Januari 2020   01:39 Diperbarui: 31 Januari 2020   17:19 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu lingkungan hidup yakni deforestasi, pengurangan emisi karbon, konservasi hutan dan biota laut dan gaya hidup "back to nature" dan sayur organik masing - masing menjadi tema 7 segmen  "Semesta". Film dokumenter ini adalah nominator di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2019 lalu untuk kategori film dokumenter.

Kekuatan film ini pada teknis pengambilan gambar dimana sutradara mampu menyajikan gambar - gambar otentik dan megah dari lokasi di Aceh, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Kalimantan, Flores, sampai Papua. Secara visual, penonton dimanjakan dengan gambar - gambar " apik" dari kamera film HD  pesawat drone dan kamera bawah air (underwater cam). 

Selama 90 menit duduk di kursi studio penonton tak merasa bosan.  Film ini sebagai media hiburan terpenuhi oleh "Semesta"   sebaliknya dari segi narasi film terasa kurang "greget" di sana - sini dalam mengangkat substansi tema besarnya.

Bisa jadi karena sub tema dan lokasi yang diangkat terlalu banyak membuat tidak semua narasi dan visualisasi "klik".  Sub tema paling menarik dari segi narasi tercatat pada sub tema  Nyepi di Bali, pelestarian hutan adat di Kalimantan dan Konservasi biota laut di Raja Ampat. 

Pada  tiga sub tema ini pembuat film mampu menghadirkan keunikan dan visual otentik. Meski demikian bukan berarti sub tema sisanya tidak menarik, namun rekonstruksi permasalahan lewat visual dan narasi nya kurang mengalir.

 "Semesta" mengambil "point of view" (POV) dari sisi orang pertama, lalu sang sutradara merekonstruksi dalam sebuah narasi. Tak semua narator orang pertama itu menuturkan secara fasih, memang disinilah tantangan membuat film dokumenter. 

Untuk menutupi kelemahan narator, sutradara tak bisa mengandalkan narasi dari "narasumber" sehingga butuh ilustrasi berupa  fragmen - fragmen flashback.

Dalam pandangan penulis, ada sub tema yang berhasil dikemas dengan cukup rapi antara narasi dan gambar yakni segmen di Bali, Kalimantan dan Papua (Raja Ampat)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun