Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rujukan "Online" dan "Favoritisme" Dokter

16 Agustus 2018   16:47 Diperbarui: 16 Agustus 2018   20:27 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bukan rahasia lagi, masyarakat masih banyak memfavoritkan  fasilitas kesehatan (falkes) dan dokter tertentu untuk menangani kesehatan keluarga dan pribadinya. Fenomena ini acapkali terjadi di wilayah perkotaan dimana banyak dokter dan rumah sakit besar berkumpul,  ironis sekali dengan kondisi di wilayah -- wilayah terpencil. Pada daerah -- daerah itu tak banyak pilihan RS dan dokter bagi masyarakat, mau tak mau harus menerima kondisi tersebut , bila ingin mendapatkan layanan kesehatan lebih terpaksa merogoh "kocek" lebih dalam untuk biaya ke luar kota.

Harus diakui, rasio penyebaran fasilitas kesehatan dan dokter di Indonesia belum ideal bila merujuk rasio standar organisasi kesehatan dunia, WHO yaitu 1 dokter melayani 2500 pasien. Beberapa tahun lalu, Indonesia pernah mendapatkan predikat terburuk di ASEAN untuk perbandingan dokter dan pasien. Berdasar data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio dokter di Malaysia pada 2010 mencapai satu dokter untuk 835 penduduk sedang  di Singapura pada 2013, satu dokter untuk 513 penduduk.

Rendahnya akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kota -- kota kecil salah satu penyebabnya adalah ketidakmerataan SDM kesehatan dan fasilitas kesehatan non-pemerintah. Bila mengacu pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), di seluruh pelosok wilayah Indonesia sudah tercukupi. Namun falkes -- falkes tersebut tidak mampu menangani pasien dengan kompleksitas penyakit karena tidak tersedianya SDM dan alat -- alat kesehatan (alkes).

Sejak pemerintah menerapkan Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan melalui BPJS pada 1 Januari 2014, dimana setiap WNI memperoleh kesempatan sama mengakes fasilitas kesehatan masyarakat (fasyankes) di mana pun mereka berada. Persoalan muncul, kesadaran hidup sehat masyarakat naik, mereka tak ragu -- ragu lagi mendatangi falkes terdekat untuk mengecek kesehatan mereka. Ternyata falkes dan tenaga medis tersedia tak mencukupi, sehingga pihak falkes harus merujuk ke RS yang memiliki SDM dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dari pasien.

Rujukan Online

Pada awalnya rumah sakit dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yaitu Puskesmas memberlakukan sistim rujukan manual, berupa surat pengantar untuk pasien agar bisa dirawat di rumah sakit  sesuai kebutuhan pasien. Tentu sistim ini memiliki kelemahan, pihak penerbit surat rujukan tak memiliki data valid ketersediaan doker dan ruang rawat inap, sehingga pasien sering dibiarkan menunggu dalam waktu cukup lama, bisa lebih dari 24 jam. Bila kondisi pasien tidak terlalu gawat dan masih bisa dirawat di ruang rawat RS asal tak masalah. Apa yang terjadi bila kondisi pasien gawat dan RS asal  pasien tidak memiliki ruang rawat yang cukup karena membludaknya pasien?

Inisiasi BPJS meluncurkan Sistim Rujukan Online bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ini, meski hingga saat ini belum semua Falkes tersambung Jaringan Komunikasi Data (Jarkomdat) BPJS. Menurut Arief Syaefudin, Deputy Direktur Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, saat ini masih ada 6 persen falkes yang belum tersambung oleh Jarkomdat BPJS. Arief berani mengklaim angka tersebut karena selama ini BPJS sudah menerapkan aplikasi e-claim untuk keperluan kapitasi dengan falkes rekanan BPJS yang berjumlah 22.367 FKTP.

Pada tanggal 15 Agustus ini, BPJS melakukan uji coba sistim rujukan online dengan 20.906  Falkes rekanan, tentu kita belum tahu sejauh mana efektifitas-nya, namun sistim ini setidaknya memberikan harapan akan pemerataan layanan kesehatan kepada semua peserta JKN -- KIS tanpa terkecuali.

Pihak BPJS sendiri sudah lama mempersiapkan sistim rujukan online ini. Menurut Arief implementasinya tergantung pada kesiapan infrastruktur masing -- masing fasilitas kesehatan. Pada sisi lain sistim ini untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat era digital dengan teknologi. Sistem rujukan online adalah digitalisasi proses rujukan berjenjang untuk kemudahan dan kepastian peserta dalam memperoleh layanan di rumah sakit disesuaikan dengan kompetensi, jarak dan kapasitas rumah sakit tujuan rujukan berdasarkan kebutuhan medis pasien. 

Sistem ini diwajibkan bagi semua FKTP yang sudah terhubung jaringan komunikasi internet mulai 21 Juni 2018 lalu. Prosedur rujukan online pada dasarnya sama dengan rujukan manual. Bedanya, ada sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki rujukan manual.

Saya tertarik dengan komentar Ketua YLKI Tulus Abadi ketika dimintai tanggapannya tentang inovasi layanan BPJS ini di acara "Ngopi Bareng JKN" bertema Digitalisasi Layanan dengan Sistim Rujukan Online di Paradigma Cafe, Cikini, Jakarta (14/08). Menurut Tulus, sebaiknya BPJS juga memperhatikan pengaduan masyarakat dan meresponnya lebih cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun