Namun ternyata, bukannya mengaku salah dan beritikad baik meminta maaf, pihak istana justru terkesan membantah dengan seribu satu alasan ataupun kilah dan dalih.
Seperti yang diungkapkan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin;
"Itu spontanitas Presiden untuk menghargai antusiasme masyarakat. Suvenirnya itu buku, kaos, dan masker, tapi poinnya, Presiden tetap mengingatkan warga untuk menggunakan masker."
Ya, begitulah pernyataan Bey yang penulis dapatkan dari berbagai pemberitaan di sejumlah media massa.
Bangke banget ini namanya, lha wong jelas banget kok kelihatan mata, kok ya masih berdalih dan berkilah terkesan membantah.
Aih bagaimana sih Pak Bey ini. Yang goblok siapa sih ini sebenarnya, mbok ya jangan begitu lah, kalau salah ya ngaku aja lah salah, nggak usah alasan, lha wong jelas banget kok pihak protokoler gagal mengatur dan mengendalikan massa, jelas banget kok faktanya kayak apa.
Sebenarnya sih, kalau mau logis, dengan melihat kerumunan masyarakat yang antusias untuk menyambut Presiden Jokowi, harusnya jadi pertimbangan pihak penyelenggara.
Seperti misal, mengalihkan rute Presiden Jokowi agar tidak bertemu dengan kerumunan tersebut misalnya, menunda dahulu untuk sementara waktu sampai kerumunan massal dapat dibubarkan misalnya, dan sebagainya yang intinya dapat mencegah dan membubar kerumunan massal tersebut.
Bisa kok, apalagi sekelas protokoler istana, pastilah bisa menganalisa risiko, bahkan sebenarnya sangat terlatih dan pandai.
Tapi sayangnya, pihak protokoler justru lalai dan blunder, hingga akhirnya gagal mengendalikan kerumunan massa yang menyambut Presiden Jokowi. Lebih bangke lagi, Pak Jokowi justru ikut-ikutan blunder.