Pemerintah dan penyelenggara Pemilu tetap bersikeras alias tetap ngeyel melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Padahal kegiatan pengumpulan massa ataupun kerumunan massa, pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2020 berpotensi terjadi, dan berisiko tinggi menjadi kluster maut pandemi Covid-19.
Bahkan, kasus penularan Covid-19 pada tahapan penyelenggaraan Pilkada mulai bermunculan, sebab terdapat fakta, bahwa sudah banyak petugas KPU, calon Kepala Daerah, dan masyarakat lainnya, yang tertular Covid-19.
Anehnya lagi dan kurang bisa diterima akal sehat, bahwa dihadapkan dengan tingginya risiko penularan Covid-19 pada gelaran Pilkada ini, justru KPU malah merestui kegiatan kampanye terbuka.
Seperti diketahui, KPU telah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19, dimana di dalamnya diatur jenis-jenis kegiatan kampanye yang diperbolehkan.
Kegiatan kampanye yang tertuang di dalam peraturan KPU tersebut di antaranya adalah, konser musik, pentas seni dan panen raya, kegiatan olahraga seperti gerak jalan ataupun sepeda santai, perlombaan, kegiatan sosial seperti bazar ataupun donor darah, dan kegiatan lainnya yang sejenis.
Kampanye juga mengatur rapat umum, untuk dihadiri secara fisik maksimal 100 orang, rapat umum untuk pemilihan gubernur hanya dua kali, dan sekali untuk pemilihan bupati/wali kota.
Jumlah peserta yang hadir secara fisik pada kampanye pertemuan terbatas atau dialog maksimal 50 orang, pada debat publik, jumlah peserta yang hadir secara fisik maksimal 50 orang, terbagi secara proporsional sesuai jumlah pasangan calon di wilayah tersebut.
Lalu mampukah, Penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, aparat pemerintah, jajaran keamanan, dan penegak hukum, tokoh masyarakat dan tokoh organisasi mendisiplinkan masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan?
Nah, berkaitan dengan itu, meski nantinya pihak penyelenggara dalam pelaksanaannya akan melakukan penerapan protokol kesehatan yang ketat, tapi dengan direstuinya ruang terjadinya kerumunan massa pada peraturan tersebut, risiko penularan tetaplah sangat tinggi.